Jakarta, CNN Indonesia -- Kanker serviks atau kanker mulut rahim menjadi salah satu kanker yang paling sering mengintai perempuan Indonesia, setelah kanker payudara. Sebanyak 20 ribu kanker serviks terdeteksi setiap tahunnya dan sebagian besar berujung kematian.
Dokter Spesialis Ginekologi dan Ontologi Andriana Kumala mengatakan, kebanyakan pasien yang datang ke dokter sudah memasuki stadium lanjut dan kemungkinan tidak bisa dioperasi lagi. Hal tersebut terjadi karena kurangnya kesadaran para perempuan untuk memeriksakan alat vitalnya.
Kanker serviks terjadi akibat infeksi dari Human Papillomavirus (HPV). Virus ini menginfeksi sel epitel kulit dan membran mukosa (selaput lendir), seperti pada alat kelamin, mulut, dan di beberapa bagian tubuh lainnya. HPV bisa bertumbuh menjadi ganas dan akhirnya menyebabkan kanker.
Sayangnya, infeksi HPV pada seseorang tidak menimbulkan gejala. Jika terlihat ada gejala biasanya muncul kutil pada kulit atau mungkin alat kelamin.
Untuk itu, sudah seharusnya setiap orang melakukan pemeriksaan tubuh dari HPV karena virus ini bisa menyerang siapa saja dan di mana saja. HPV juga mudah menular, apalagi lewat hubungan seksual. Sehingga prevalensinya terhadap seseorang yang sudah pernah melakukan aktivitas seksual menjadi lebih tinggi.
Tapi, sebenarnya infeksi HPV yang bisa menyebabkan kanker, salah satunya kanker serviks pada perempuan, ini bisa dicegah. Atau setidaknya bisa ditangani sebelum terlambat.
Andriana mengatakan ada dua cara yang bisa dilakukan untuk mencegah HPV mengganas. Pertama adalah dengan pencegahan primer dan kedua adalah pencegahan sekunder.
"Yang primer ini dengan melakukan vaksin HPV. Vaksin ini ditemukan sekitar tahun 2008 dan sudah diteliti aman dan efektif. Mendapatkan rekomendasi dari ACIP (Advisory Committee on Immunozation Practices) dan AAP (American Academy of Pediatrics)," kata Andriana dalam temu media di RS Bethsaida, Tangerang, Kamis (17/12).
Vaksin tersebut dianjurkan untuk diberikan pada umur remaja, sekitar 11-12 tahun. Atau paling dini diberikan pada usia sembilan tahun. Ini untuk memastikan kalau kemungkinan mereka terjangkit sangat kecil karena belum pernah berhubungan seksual.
Tapi, bukan berarti orang yang sudah pernah berhubungan seksual tidak bisa diberikan vaksin. Mereka bisa mendapatkan vaksin namun dengan persyaratan khusus.
"Kalau sudah menikah boleh dikasih vaksin dengan syarat screening. Kalau hasilnya bagus, negatif untuk lesi-lesi pre-cancer, baru divaksin. Tapi kita harus konseling dulu karena kalau sudah pernah seks kemungkinan HPV," ujar Andriana.
Cara pencegahan yang kedua adalah dengan melakukan pemeriksaan. Ada tiga jenis tes yang bisa dilakukan yaitu pap smear, Inspeksi Visual Asam (IVA), dan HPV test.
"Pap smear dilakukan dengan mengambil sampel dengan cara mengusap leher rahim, lalu dioleskan ke gelas objek, dikirim ke laboratorium dan nanti hasilnya bisa dilihat," kata Andriana.
Berbeda dengan pap smear, IVA dilakukan lebih sederhana dan tanpa uji laboratorium. Harganya pun lebih murah. Dokter hanya tinggal melihat langsung perubahan warna pada leher rahim yang telah diteteskan asam asetat 3-5 persen.
"Dibaca langsung saat itu juga dengan posisi pasien seperti melahirkan. Kalau putih berarti ada HPV."
Sementara itu, untuk HPV test menggunakan DNA dan prosesnya lebih rumit lagi. Harganya pun lebih mahal sehingga pemeriksaan ini jarang dipakai.
Pemeriksaan untuk pencegahan kanker serviks dianjurkan setiap tiga tahun sekali untuk perempuan usia 21-30 tahun. Untuk usia 30-60 bisa dilakukan lima tahun sekali dengan beberapa kali pap smear.
Dokter Spesialis Ginekologi dan Ontologi Andriana Kumala mengatakan, kebanyakan pasien yang datang ke dokter sudah memasuki stadium lanjut dan kemungkinan tidak bisa dioperasi lagi. Hal tersebut terjadi karena kurangnya kesadaran para perempuan untuk memeriksakan alat vitalnya.
Kanker serviks terjadi akibat infeksi dari Human Papillomavirus (HPV). Virus ini menginfeksi sel epitel kulit dan membran mukosa (selaput lendir), seperti pada alat kelamin, mulut, dan di beberapa bagian tubuh lainnya. HPV bisa bertumbuh menjadi ganas dan akhirnya menyebabkan kanker.
Sayangnya, infeksi HPV pada seseorang tidak menimbulkan gejala. Jika terlihat ada gejala biasanya muncul kutil pada kulit atau mungkin alat kelamin.
Untuk itu, sudah seharusnya setiap orang melakukan pemeriksaan tubuh dari HPV karena virus ini bisa menyerang siapa saja dan di mana saja. HPV juga mudah menular, apalagi lewat hubungan seksual. Sehingga prevalensinya terhadap seseorang yang sudah pernah melakukan aktivitas seksual menjadi lebih tinggi.
Tapi, sebenarnya infeksi HPV yang bisa menyebabkan kanker, salah satunya kanker serviks pada perempuan, ini bisa dicegah. Atau setidaknya bisa ditangani sebelum terlambat.
Andriana mengatakan ada dua cara yang bisa dilakukan untuk mencegah HPV mengganas. Pertama adalah dengan pencegahan primer dan kedua adalah pencegahan sekunder.
"Yang primer ini dengan melakukan vaksin HPV. Vaksin ini ditemukan sekitar tahun 2008 dan sudah diteliti aman dan efektif. Mendapatkan rekomendasi dari ACIP (Advisory Committee on Immunozation Practices) dan AAP (American Academy of Pediatrics)," kata Andriana dalam temu media di RS Bethsaida, Tangerang, Kamis (17/12).
Vaksin tersebut dianjurkan untuk diberikan pada umur remaja, sekitar 11-12 tahun. Atau paling dini diberikan pada usia sembilan tahun. Ini untuk memastikan kalau kemungkinan mereka terjangkit sangat kecil karena belum pernah berhubungan seksual.
Tapi, bukan berarti orang yang sudah pernah berhubungan seksual tidak bisa diberikan vaksin. Mereka bisa mendapatkan vaksin namun dengan persyaratan khusus.
"Kalau sudah menikah boleh dikasih vaksin dengan syarat screening. Kalau hasilnya bagus, negatif untuk lesi-lesi pre-cancer, baru divaksin. Tapi kita harus konseling dulu karena kalau sudah pernah seks kemungkinan HPV," ujar Andriana.
Cara pencegahan yang kedua adalah dengan melakukan pemeriksaan. Ada tiga jenis tes yang bisa dilakukan yaitu pap smear, Inspeksi Visual Asam (IVA), dan HPV test.
"Pap smear dilakukan dengan mengambil sampel dengan cara mengusap leher rahim, lalu dioleskan ke gelas objek, dikirim ke laboratorium dan nanti hasilnya bisa dilihat," kata Andriana.
Berbeda dengan pap smear, IVA dilakukan lebih sederhana dan tanpa uji laboratorium. Harganya pun lebih murah. Dokter hanya tinggal melihat langsung perubahan warna pada leher rahim yang telah diteteskan asam asetat 3-5 persen.
"Dibaca langsung saat itu juga dengan posisi pasien seperti melahirkan. Kalau putih berarti ada HPV."
Sementara itu, untuk HPV test menggunakan DNA dan prosesnya lebih rumit lagi. Harganya pun lebih mahal sehingga pemeriksaan ini jarang dipakai.
Pemeriksaan untuk pencegahan kanker serviks dianjurkan setiap tiga tahun sekali untuk perempuan usia 21-30 tahun. Untuk usia 30-60 bisa dilakukan lima tahun sekali dengan beberapa kali pap smear.
No comments:
Post a Comment