Friday, 18 December 2015

Empat 'Peraturan' Sebelum Ajak Anak Masak

Empat 'Peraturan' Sebelum Ajak Anak MasakIlustrasi ibu dan anak memasak. (didesign021/Thinkstock)
Jakarta, CNN Indonesia -- Memasak bersama anak, bagi sebagian ibu, adalah hal yang biasa terjadi. Namun bagi sebagian yang lain, anak seringkali tidak diajarkan untuk 'ramah' terhadap dapurnya sendiri dan terbiasa menerima makanan yang sudah terhidang di meja makan.

Padahal, menurut sebuah studi yang dilakukan University of Alberta, anak yang terbiasa memasak bersama orang tuanya, mengonsumsi lebih banyak sayuran dan buah, dibandingkan anak yang tak pernah membantu bunda memasak di dapur.

Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa anak yang terbiasa membantu orang tuanya memasak, memiliki tingkat kepercayaan diri lebih tinggi dalam menilai kesehatan sebuah makanan. Hal ini penting bagi anak dalam menjaga kesehatannya, terutama dari makanan yang banyak beredar di luar rumah.

Senada dengan penelitian tersebut, pakar kuliner Bondan Winarno dan chef Yudha Bustara memberikan beberapa pesan kepada orang tua di rumah, yang ingin mengajak anaknya untuk memasak bersama, baik di kala liburan ataupun hari biasa.

1. Sesuaikan kebutuhan

Bondan pertama kali menyebutkan bahwa penting bagi para ibu untuk menganggarkan menu masakan yang setara dengan kemampuan finansial keluarga. Bondan sangat tidak merekomendasikan para ibu memasak makanan yang bahannya sulit dijangkau oleh dompet, alih-alih kegiatan memasak yang menyenangkan, justru akan menjadi beban keluarga.

"Paling bagus itu sesuai dengan kebutuhan keluarga, jangan berlebihan karena tidak bagus," kata Bondan ketika ditemui di acara ‘Menjalin Ikatan Ibu dan Anak’ di Dapur di Hotel Pullman, Jakarta Pusat, Kamis (17/12).

2. Coba semuanya

Keragaman suku yang ada di Indonesia menjadi salah satu faktor yang menyebabkan begitu beragamnya kuliner asli Nusantara. Namun, sayangnya, biasanya masing-masing keluarga akan memasak berdasarkan kultur budaya orang tuanya.

Namun, belakangan ini makin banyak orang semakin sadar akan kekayaan kuliner Indonesia. Terutama setelah Indonesia menjadi tamu kehormatan Frankfurt Book Fair di Jerman, beberapa waktu lalu. Sebagai tamu kehormatan, Indonesia berkesempatan mengenalkan berbagai jenis kulinernya kepada warga dunia, setelah rendang diakui sebagai makanan terenak di dunia.

"Jadi misalnya keluarga orang Jawa, kenalin juga ke anak-anaknya makanan Sunda, Ambon, Medan, dan yang lainnya. Ini untuk mengenalkan bahwa Indonesia ini beragam dan dapat membuat lidah anak lebih cerdas, sehingga mampu menerima dan membedakan nasi yang dimasak rice cooker dan panci," kata Bondan.

"Cara ini juga membuat anak tidak sulit makan. Semakin lidahnya pintar dengan makanan Indonesia, tetapi tidak menolak makan makanan asing, ia akan semakin sadar makanan Indonesia jauh lebih enak dibanding yang lain," kata Bondan.

3. Dukung bakat

Dengan memberikan ruang untuk anak berkreasi di dapur, maka akan terlihat bakatnya di bidang kuliner. Beberapa anak menunjukkan kemampuan tersembunyinya saat di depan bahan-bahan makanan, mulai dari lihai memilih bahan makanan, hingga sanggup menggantikan peran ibu dalam memasak.

Dengan bakat seperti itu, bukan mustahil anak dapat menjadi chef bila ia besar nanti. Namun, tak sedikit orang tua yang bukannya mendukung bakat anak, namun justru mempertanyakan. Hal ini terjadi dengan Chef Yudha.

"Saran saya bila anak punya ketertarikan di bidang kuliner, orang tua harus dukung. Ketika saya bersekolah di sekolah pariwisata, orang tua saya bertanya 'Kamu mau jadi apa? chef gajinya kan kecil'. Tapi sekarang zaman berubah, chef banyak yang sudah punya restoran sendiri,” kata Yudha.

4. Jangan terpengaruh mitos

Dalam kehidupan masyarakat Indonesia, bukan hal yang aneh bila terdapat banyak mitos ataupun takhayul. Mulai dari hal sepele seperti duduk di depan pintu, keluar saat petang, hingga banyak hal yang terkait dengan klenik.

Tak terkecuali di dapur. Banyak orang tua yang masih menganggap bahwa dapur adalah area khusus untuk wanita. Padahal, justru chef-chef handal adalah seorang lelaki. Termasuk dengan takhayul tentang bahan-bahan makanan yang bila dipikir kembali, sangat menggelitik logika.

"Nah satu lagi, orang tua jangan bawa takhayul saat di dapur. Misalnya, kelapa bikin cacingan. Itu menurut saya bodoh sekali, maaf saja," kata Bondan. "Apa yang pernah didengar di masa lalu oleh orang tua lupakanlah, sekarang saatnya belajar lagi. Tuhan menciptakan semuanya bisa dimakan.”

Dia menambahkan, anak-anak jangan dibiasakan disajikan takhayul. “Justru ajak anak untuk ikut memilih yang sehat. Misal sayuran mentah untuk dimakan. Justru ajarkan sayuran lebih sehat dikonsumsi mentah, asal sudah dicuci bersih. Banyak kok menu dari sayuran mentah,” ujar Bondan, sembari menyebutkan lawar ala Bali dan karedok khas Sunda.

No comments:

Post a Comment