Jakarta, CNN Indonesia -- Para orangtua paham benar sulitnya membuat anak-anak memilih makanan sehat dan agar menghindari gula-gula. Juga selama ini dipercaya, keluarga dengan pendapatan rendah punya risiko besar memilih makanan tak sehat.
Kini sebuah studi yang dilansir Food & Wine mengungkap anak dari keluarga kaya bukan hanya punya akses ke pilihan makanan yang lebih variatif, mereka juga cenderung mengembangkan makanan sehat.
Kesimpulan itu bisa jadi tak mengagetkan. Makanan sehat biasanya lebih mahal bagi saku orang dengan pendapatan terbatas.
Namun fakta-fakta tersebut tidak mewakili cerita keseluruhannya. Selain pendapatan yang lebih besar lebih memungkinkan anak mengembangkan selera makan, tapi juga anak akan berkali-kali menolak makanan yang disodorkan hingga langit-langit mereka berkembang.
Studi yang dipublikasikan di Social Science and Medicine itu menyebut adanya komponen yang membuat anak menikmati pilihan makanan yang lebih sehat, meski terbilang pengulangan, seperti kale dan brussel sprouts.
Mereka awalnya akan menolak, tapi jika orangtua atau pengasuh terus berupaya, akhirnya, si anak akan mulai suka. Pengulangan demikian jelas terjadi di keluarga dengan anggaran ketat.
Caitlin Daniel, mahasiswa sosiologi Harvard yang membuat penelitian tersebut mewawancarai 75 keluarga di kawasan Boston tentang kebiasaan makan dan belanja kebutuhan sehari-hari.
Daniel menemukan dalam penelitiannya bahwa mereka dengan pendapatan lebih banyak tidak senang anak-anak mereka membuang makanan sehat tertentu, tapi tak menghentikan mereka untuk terus beli dan mencobanya berulang kali.
Jika anggaran sangat terbatas, ada sejumlah cara agar anak-anak memilih makanan bergizi. “Kita tahu ada banyak cara mengenalkan makanan baru. Bisa diperlukan hingga 15 atau 20 kali sebelum anak-anak menerima makanan tersebut. Upaya ini pasti butuh banyak uang,” ujar ahli gizi Jessica Fishman Levinson, pendiri Nutritioulicious.
“Namun ada banyak faktor lain yang terlibat dalam membantu anak-anak makan makanan jenis baru, termasuk anutan mereka, orangtua. Orangtua menambahkan makanan sehat tertentu ke dalam hidangan dengan cara yang lebih dapat diterima dan cocok untuk anak-anak.”
Fishman menambahkan, tantangan lain bagi semua orangtua adalah mencari cara mengurangi makanan terbuang dengan menggunakan hidangan yang tidak habis sekarang untuk hidangan berikutnya.
Kini sebuah studi yang dilansir Food & Wine mengungkap anak dari keluarga kaya bukan hanya punya akses ke pilihan makanan yang lebih variatif, mereka juga cenderung mengembangkan makanan sehat.
Kesimpulan itu bisa jadi tak mengagetkan. Makanan sehat biasanya lebih mahal bagi saku orang dengan pendapatan terbatas.
Namun fakta-fakta tersebut tidak mewakili cerita keseluruhannya. Selain pendapatan yang lebih besar lebih memungkinkan anak mengembangkan selera makan, tapi juga anak akan berkali-kali menolak makanan yang disodorkan hingga langit-langit mereka berkembang.
Studi yang dipublikasikan di Social Science and Medicine itu menyebut adanya komponen yang membuat anak menikmati pilihan makanan yang lebih sehat, meski terbilang pengulangan, seperti kale dan brussel sprouts.
Mereka awalnya akan menolak, tapi jika orangtua atau pengasuh terus berupaya, akhirnya, si anak akan mulai suka. Pengulangan demikian jelas terjadi di keluarga dengan anggaran ketat.
Caitlin Daniel, mahasiswa sosiologi Harvard yang membuat penelitian tersebut mewawancarai 75 keluarga di kawasan Boston tentang kebiasaan makan dan belanja kebutuhan sehari-hari.
Daniel menemukan dalam penelitiannya bahwa mereka dengan pendapatan lebih banyak tidak senang anak-anak mereka membuang makanan sehat tertentu, tapi tak menghentikan mereka untuk terus beli dan mencobanya berulang kali.
Jika anggaran sangat terbatas, ada sejumlah cara agar anak-anak memilih makanan bergizi. “Kita tahu ada banyak cara mengenalkan makanan baru. Bisa diperlukan hingga 15 atau 20 kali sebelum anak-anak menerima makanan tersebut. Upaya ini pasti butuh banyak uang,” ujar ahli gizi Jessica Fishman Levinson, pendiri Nutritioulicious.
“Namun ada banyak faktor lain yang terlibat dalam membantu anak-anak makan makanan jenis baru, termasuk anutan mereka, orangtua. Orangtua menambahkan makanan sehat tertentu ke dalam hidangan dengan cara yang lebih dapat diterima dan cocok untuk anak-anak.”
Fishman menambahkan, tantangan lain bagi semua orangtua adalah mencari cara mengurangi makanan terbuang dengan menggunakan hidangan yang tidak habis sekarang untuk hidangan berikutnya.
No comments:
Post a Comment