Ilustrasi to
Jakarta, CNN Indonesia -- Kanker usus besar termasuk jenis kanker yang sulit dideteksi. Apalagi jika seseorang tak terlalu mempedulikan pola buang air besarnya. Salah-salah hanya dikira sembelit atau wasir belaka.
Dokter ahli bedah digestif Rumah Sakit MRCC Siloam Benny Philippi mengatakan, salah satu langkah utama untuk mengetahui adanya kanker pada usus besar adalah dengan memperhatikan pola buang air besar (BAB). Mulai dari intensitasnya sampai bentuk feses yang keluar.
Kalau BAB masih lancar setiap hari, satu atau dua kali BAB, feses lunak, tidak berdarah dan selalu BAB dengan tuntas, kondisi tersebut masih normal. Tapi jika tanda-tanda itu sudah tidak dirasakan, Anda patut waspada.
"Misalnya BAB-nya jadi cair dan sering diare. Karena harus lewat tumor yang tumbuh di usus yang jadi sempit itu, sehingga diare. Atau BAB jadi kecil-kecil. Atau BAB yang tadinya berbentuk lonjong, berubah seperti pita (pipih)," kata Benny dalam acara ‘Cek Saat BAB Mari Deteksi Kanker Usus Besar’ yang diadakan oleh Roche Indonesia di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (15/12).
Benny mengatakan, kalau sudah 4-5 hari tidak bisa BAB dan harus menggunakan bantuan obat, kondisi tersebut harus segera diperiksakan ke dokter. Apalagi kalau gejalanya sudah membuat perut kembung sampai tidak nafsu makan sehingga berat badan turun, kondisi tersebut sudah termasuk parah.
Belum lagi kalau BAB juga disertai darah. Mungkin gejala itu dianggap hanya gangguan wasir belaka. Tapi, bukan tidak mungkin perdarahan saat BAB mengarah ke kanker usus besar.
"Kalau dalam BAB ada cairan berwarna merah atau merah gelap, bisa jadi itu karena perdarahan dari usus," ujar Benny.
Dia menambahkan, keluarnya darah tersebut bisa jadi terpisah dari feses atau bercampur dengan feses. Sayangnya, kondisi ini sulit diketahui karena memang jarang orang yang mau memerhatikan fesesnya.
Jika perdarahan ini dibiarkan terus menerus akan mengundang anemia. Kondisi tersebut bisa menurunkan hemoglobin dan jika sudah parah, menyebabkan seseorang akan mudah capek dan lelah.
Sekilas, memang gejala ini mirip wasir, tapi Benny mengatakan ada sedikit perbedaan. "Kalau ada BAB berdarah, lihat warna darah pada tinjanya. Kalau fesesnya bagus, keluar ada darahnya, kemungkinan itu wasir karena kalau kanker biasanya tercampur," kata Benny.
Bentuk tinjanya pun berbeda. Kalau bentuknya sudah cair atau encer, hancur, atau berbentuk pita dan disertai, itu bisa jadi kanker usus besar.
"Umumnya pasien atau masyarakat kalau BAB berdarah, dikira wasir. Kalau wasir umumnya nyeri saat BAB,” jelas Benny.
Pada tahap selanjutnya, gejala-gejala tersebut akhirnya mengganggu hati. Empedu yang dihasilkan hati jadi tersumbat dan membuat hati tidak berfungsi dengan baik. Kondisi itu akan menyebabkan nyeri perut karena ada infiltrasi perdarahan ke bagian lain.
Benny juga menyebutkan perbesaran hati pun bisa terjadi, timbul gejala paraneoplastik, yaitu sindrom yang muncul akibat adanya sel kanker dalam tubuh, dan pada akhirnya bisa mengakibatkan daya tahan tubuh menurun.
Sebelumnya, profesor dan konsultan internist-gastro entero hepatologis dokter Lesmana dari MRCC Siloam mengatakan, jika terlambat ditangani, kanker usus besar akan menyebabkan komplikasi seperti perdarahan saluran cerna, sumbatan pada usus, dan penyebaran kanker ke bagian tubuh lainnya.
Di Indonesia, kesadaran bahwa telah mengidap kanker usus pun cenderung terlambat. Lesmana mengatakan biasanya seseorang baru tahu terkena kanker usus besar ketika sudah stadium tiga.
"Kalau stadium A masih di usus saja, B sudah sampai dinding, C sudah keluar kelenjar, dan D sudah menyebar ke hati. Kebanyakan di Indonesia kondisi ketika ditemukan di stadium C. Sudah kena kelenjar jadi terpaksa perlu dikemoterapi," ujar Lesmana.
Dokter ahli bedah digestif Rumah Sakit MRCC Siloam Benny Philippi mengatakan, salah satu langkah utama untuk mengetahui adanya kanker pada usus besar adalah dengan memperhatikan pola buang air besar (BAB). Mulai dari intensitasnya sampai bentuk feses yang keluar.
Kalau BAB masih lancar setiap hari, satu atau dua kali BAB, feses lunak, tidak berdarah dan selalu BAB dengan tuntas, kondisi tersebut masih normal. Tapi jika tanda-tanda itu sudah tidak dirasakan, Anda patut waspada.
"Misalnya BAB-nya jadi cair dan sering diare. Karena harus lewat tumor yang tumbuh di usus yang jadi sempit itu, sehingga diare. Atau BAB jadi kecil-kecil. Atau BAB yang tadinya berbentuk lonjong, berubah seperti pita (pipih)," kata Benny dalam acara ‘Cek Saat BAB Mari Deteksi Kanker Usus Besar’ yang diadakan oleh Roche Indonesia di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (15/12).
Benny mengatakan, kalau sudah 4-5 hari tidak bisa BAB dan harus menggunakan bantuan obat, kondisi tersebut harus segera diperiksakan ke dokter. Apalagi kalau gejalanya sudah membuat perut kembung sampai tidak nafsu makan sehingga berat badan turun, kondisi tersebut sudah termasuk parah.
Belum lagi kalau BAB juga disertai darah. Mungkin gejala itu dianggap hanya gangguan wasir belaka. Tapi, bukan tidak mungkin perdarahan saat BAB mengarah ke kanker usus besar.
"Kalau dalam BAB ada cairan berwarna merah atau merah gelap, bisa jadi itu karena perdarahan dari usus," ujar Benny.
Dia menambahkan, keluarnya darah tersebut bisa jadi terpisah dari feses atau bercampur dengan feses. Sayangnya, kondisi ini sulit diketahui karena memang jarang orang yang mau memerhatikan fesesnya.
Jika perdarahan ini dibiarkan terus menerus akan mengundang anemia. Kondisi tersebut bisa menurunkan hemoglobin dan jika sudah parah, menyebabkan seseorang akan mudah capek dan lelah.
Sekilas, memang gejala ini mirip wasir, tapi Benny mengatakan ada sedikit perbedaan. "Kalau ada BAB berdarah, lihat warna darah pada tinjanya. Kalau fesesnya bagus, keluar ada darahnya, kemungkinan itu wasir karena kalau kanker biasanya tercampur," kata Benny.
Bentuk tinjanya pun berbeda. Kalau bentuknya sudah cair atau encer, hancur, atau berbentuk pita dan disertai, itu bisa jadi kanker usus besar.
"Umumnya pasien atau masyarakat kalau BAB berdarah, dikira wasir. Kalau wasir umumnya nyeri saat BAB,” jelas Benny.
Pada tahap selanjutnya, gejala-gejala tersebut akhirnya mengganggu hati. Empedu yang dihasilkan hati jadi tersumbat dan membuat hati tidak berfungsi dengan baik. Kondisi itu akan menyebabkan nyeri perut karena ada infiltrasi perdarahan ke bagian lain.
Benny juga menyebutkan perbesaran hati pun bisa terjadi, timbul gejala paraneoplastik, yaitu sindrom yang muncul akibat adanya sel kanker dalam tubuh, dan pada akhirnya bisa mengakibatkan daya tahan tubuh menurun.
Sebelumnya, profesor dan konsultan internist-gastro entero hepatologis dokter Lesmana dari MRCC Siloam mengatakan, jika terlambat ditangani, kanker usus besar akan menyebabkan komplikasi seperti perdarahan saluran cerna, sumbatan pada usus, dan penyebaran kanker ke bagian tubuh lainnya.
Di Indonesia, kesadaran bahwa telah mengidap kanker usus pun cenderung terlambat. Lesmana mengatakan biasanya seseorang baru tahu terkena kanker usus besar ketika sudah stadium tiga.
"Kalau stadium A masih di usus saja, B sudah sampai dinding, C sudah keluar kelenjar, dan D sudah menyebar ke hati. Kebanyakan di Indonesia kondisi ketika ditemukan di stadium C. Sudah kena kelenjar jadi terpaksa perlu dikemoterapi," ujar Lesmana.
No comments:
Post a Comment