Jakarta, CNN Indonesia -- World Health Organisation (WHO) menyatakan banyaknya bayi lahir dalam kondisi mikrosefalus di Brasil sebagai keadaan darurat kesehatan yang jadi perhatian internasional. Mikrosefalus, yakni bayi lahir dengan ukuran kepala kecil dan mengalami kerusakan otak, berkaitan tapi belum terbukti disebabkan virus Zika.
Deklarasi yang dibacakan Direktur WHO Margaret Chan di Jenewa pada Senin (1/2) waktu setempat, akan memicu penelitian guna menentukan apakah virus Zika, yang disebarkan nyamuk, sebagai penyebab banyaknya bayi lahir dengan kepala tidak normal di Brasil.
Melalui status ini, sumber daya besar-besaran akan dikerahkan untuk mencegah terinfeksinya perempuan hamil melalui pengendalian nyamuk dan menghentikan penyebaran virus, seperti dilansir The Guardian.
Chan menyebut kelahiran ribuan bayi mikrosefalus adalah “peristiwa luar biasa dan merupakan ancaman kesehatan masyarakat bagi wilayah lain dunia.”
Chan, yang berbicara usai pertemuan Komite Darurat Peraturan Kesehatan Internasional WHO, menyarankan direktur jenderal untuk memanggil sumber daya dan ahli internasional terkait.
“Anggota komite setuju bahwa situasinya memenuhi persyaratan bagi darurat kesehatan masyarakat yang jadi perhatian internasional. Saya menerima saran ini,” ujarnya.
Chan, yang dikritisi karena lambat membuat deklarasi serupa saat penyebaran Ebola di Afrika barat, tak menjawab ketika ditanya apakah dia merasa itu (mikrosefalus, red.) adalah faktor penyebab krisis Zika di Brasil.
“Penting untuk menyadari bahwa ketika bukti pertama sudah ada, seperti kondisi serius mikrosefalus dan kelainan kongenital lainnya, kita berlu ambil tindakan, termasuk tindakan pencegahan,” kata Chan.
Pakar penyakit tropis yang dilibatkan dalam wabah Ebola memuji deklarasi tersebut.
“WHO menghadapi kritik keras karena menunggu terlalu lama untuk menyatakan penyebaran Ebola sebagai darurat kesehatan masyarakat dan mereka sepatutnya diberi selamat karena kali ini lebih proaktif,” kata Dr Jeremy Farrar, direktur Wellcome Trust. “Deklarasi hari ini akan memberi WHO kewenangan dan sumber daya yang dibutuhkan guna memimpin respon internasional untuk Zika.
Chan menyerukan negara-negara lain untuk menahan diri, tak memaksakan apa pun larangan perjalanan ke negara-negara Amerika Latin yang jadi tempat menyebarnya virus Zika
Jonathan Ball, profesor virologi molekuler di Nottingham University, mengatakan, “Respon spontan akan melarang perjalanan dan perdagangan dengan negara-negara yang terkena dampak, tapi sebenarnya potensi masalahnya jauh lebih luas. Tak layak mengunci negara-negara tersebut guna menghentikan penyebaran virus yang dibawa nyamuk Aedes, khususnya ketika negara yang terkena dan tidak terkena saling membatasi.
“Hingga masyarakat dapat membangun kekebalan yang cukup, lewat infeksi alami atau lewat vaksinasi, maka risiko terhadap perempuan hamil nyata adanya dan karenanya kelompok ini perlu berhati-hati agar tak tertular.”
Prof David Heymann, kepala komite darurat, menekankan bahwa isu yang paling serius bukanlah virus Zika itu, yang menyebabkan sakit ringan, melainkan kasus mikrosefalus pada bayi.
“Zika saja tidak akan jadi darurat kesehatan masyarakat yang jadi perhatian dunia,” kata Heymann. “Bukan infeksi serius secara klinis.” Karena alasan itulah keputusan ini sulit.
Kasus mikrosefalus, yang sejauh ini muncul di Brasil, kata Heymann, “nampaknya akan menyebar.” Kasus serupa pernah muncul di Polinesia pada 2014, namun belum banyak yang menyadari signifikansinya.
Brasil telah mengerahkan ratusan ribu pasukan dalam gerakan pemberantasan nyamuk di kawasan yang terdampak paling parah.
Kasus yang dilaporkan semakin meruncing sejak virus ini pertama kali diidentifikasi di Brasil tahun lalu. Para pejabat memperkirakan sampai sekarang sudah ada 1,5 juta kasus.
“Delapan puluh persen orang yang terinfeksi Zika gejalanya tidak berkembang signifikan,” kata menteri kesehatan Brasil Marcelo Castro kepada Reuters. “Sejumlah besar orang mengidap virus ini tanpa ada gejala, karena itu situasinya lebih serius dari yang dapat kita bayangkan.”
Untuk mendapat gambaran yang lebih jelas, pihak berwenang menginstruksikan otoritas kesehatan setempat melaporkan semua kasus mulai pekan depan. Sebagian besar negara bagian harus memiliki peralatan dan personil untuk melakukan tes Zika dan akan melarang orang yang mengidap virus mendonorkan darah.
Selain kurangnya data terpercaya, Castro mengatakan, peneliti diyakinkan bahwa virus itu adalah penyebab lonjakan kasus mikrosefalus. Presiden Brasil Dilma Rousseff pada akhir pekan lalu mengakui bahwa negaranya kalah dalam pertempuran.
“Kita belum punya vaksin Zika. Satu-satunya yang dapat kita perangi adalah nyamuk,” katanya saat mengunjungi kawasan darurat gerakan anti-Zika. “Selama nyamuk berkembang biak, kita semua kalah bertempur. Kita harus mengerahkan diri untuk menang.”
Pejabat kesehatan, yang didukung 220.000 pasukan, telah meningkatkan upaya memberantas tempat berkembang biak nyamuk Aedes, khususnya kawasan kumuh di bagian timur laut, tempat terkonsentrasinya kasus ini.
Ahad lalu, Rousseff menandatangani undang-undang yang memungkinkan otoritas mengakses setiap bangunan untuk memberantas tempat berkembang biak nyamuk.
Undang-undang baru itu memberi akses pejabat ke semua rumah, bangunan pribadi dan umum, bahkan jika pemilik properti tak dapat ditemukan. Pejabat dapat meminta bantuan polisi untuk mendobrak gedung yang diduga jadi tempat bersarang nyamuk.
Deklarasi yang dibacakan Direktur WHO Margaret Chan di Jenewa pada Senin (1/2) waktu setempat, akan memicu penelitian guna menentukan apakah virus Zika, yang disebarkan nyamuk, sebagai penyebab banyaknya bayi lahir dengan kepala tidak normal di Brasil.
Melalui status ini, sumber daya besar-besaran akan dikerahkan untuk mencegah terinfeksinya perempuan hamil melalui pengendalian nyamuk dan menghentikan penyebaran virus, seperti dilansir The Guardian.
Chan menyebut kelahiran ribuan bayi mikrosefalus adalah “peristiwa luar biasa dan merupakan ancaman kesehatan masyarakat bagi wilayah lain dunia.”
Chan, yang berbicara usai pertemuan Komite Darurat Peraturan Kesehatan Internasional WHO, menyarankan direktur jenderal untuk memanggil sumber daya dan ahli internasional terkait.
“Anggota komite setuju bahwa situasinya memenuhi persyaratan bagi darurat kesehatan masyarakat yang jadi perhatian internasional. Saya menerima saran ini,” ujarnya.
Chan, yang dikritisi karena lambat membuat deklarasi serupa saat penyebaran Ebola di Afrika barat, tak menjawab ketika ditanya apakah dia merasa itu (mikrosefalus, red.) adalah faktor penyebab krisis Zika di Brasil.
“Penting untuk menyadari bahwa ketika bukti pertama sudah ada, seperti kondisi serius mikrosefalus dan kelainan kongenital lainnya, kita berlu ambil tindakan, termasuk tindakan pencegahan,” kata Chan.
Pakar penyakit tropis yang dilibatkan dalam wabah Ebola memuji deklarasi tersebut.
“WHO menghadapi kritik keras karena menunggu terlalu lama untuk menyatakan penyebaran Ebola sebagai darurat kesehatan masyarakat dan mereka sepatutnya diberi selamat karena kali ini lebih proaktif,” kata Dr Jeremy Farrar, direktur Wellcome Trust. “Deklarasi hari ini akan memberi WHO kewenangan dan sumber daya yang dibutuhkan guna memimpin respon internasional untuk Zika.
Chan menyerukan negara-negara lain untuk menahan diri, tak memaksakan apa pun larangan perjalanan ke negara-negara Amerika Latin yang jadi tempat menyebarnya virus Zika
Jonathan Ball, profesor virologi molekuler di Nottingham University, mengatakan, “Respon spontan akan melarang perjalanan dan perdagangan dengan negara-negara yang terkena dampak, tapi sebenarnya potensi masalahnya jauh lebih luas. Tak layak mengunci negara-negara tersebut guna menghentikan penyebaran virus yang dibawa nyamuk Aedes, khususnya ketika negara yang terkena dan tidak terkena saling membatasi.
“Hingga masyarakat dapat membangun kekebalan yang cukup, lewat infeksi alami atau lewat vaksinasi, maka risiko terhadap perempuan hamil nyata adanya dan karenanya kelompok ini perlu berhati-hati agar tak tertular.”
Prof David Heymann, kepala komite darurat, menekankan bahwa isu yang paling serius bukanlah virus Zika itu, yang menyebabkan sakit ringan, melainkan kasus mikrosefalus pada bayi.
“Zika saja tidak akan jadi darurat kesehatan masyarakat yang jadi perhatian dunia,” kata Heymann. “Bukan infeksi serius secara klinis.” Karena alasan itulah keputusan ini sulit.
Kasus mikrosefalus, yang sejauh ini muncul di Brasil, kata Heymann, “nampaknya akan menyebar.” Kasus serupa pernah muncul di Polinesia pada 2014, namun belum banyak yang menyadari signifikansinya.
Brasil telah mengerahkan ratusan ribu pasukan dalam gerakan pemberantasan nyamuk di kawasan yang terdampak paling parah.
Kasus yang dilaporkan semakin meruncing sejak virus ini pertama kali diidentifikasi di Brasil tahun lalu. Para pejabat memperkirakan sampai sekarang sudah ada 1,5 juta kasus.
“Delapan puluh persen orang yang terinfeksi Zika gejalanya tidak berkembang signifikan,” kata menteri kesehatan Brasil Marcelo Castro kepada Reuters. “Sejumlah besar orang mengidap virus ini tanpa ada gejala, karena itu situasinya lebih serius dari yang dapat kita bayangkan.”
Untuk mendapat gambaran yang lebih jelas, pihak berwenang menginstruksikan otoritas kesehatan setempat melaporkan semua kasus mulai pekan depan. Sebagian besar negara bagian harus memiliki peralatan dan personil untuk melakukan tes Zika dan akan melarang orang yang mengidap virus mendonorkan darah.
Selain kurangnya data terpercaya, Castro mengatakan, peneliti diyakinkan bahwa virus itu adalah penyebab lonjakan kasus mikrosefalus. Presiden Brasil Dilma Rousseff pada akhir pekan lalu mengakui bahwa negaranya kalah dalam pertempuran.
“Kita belum punya vaksin Zika. Satu-satunya yang dapat kita perangi adalah nyamuk,” katanya saat mengunjungi kawasan darurat gerakan anti-Zika. “Selama nyamuk berkembang biak, kita semua kalah bertempur. Kita harus mengerahkan diri untuk menang.”
Pejabat kesehatan, yang didukung 220.000 pasukan, telah meningkatkan upaya memberantas tempat berkembang biak nyamuk Aedes, khususnya kawasan kumuh di bagian timur laut, tempat terkonsentrasinya kasus ini.
Ahad lalu, Rousseff menandatangani undang-undang yang memungkinkan otoritas mengakses setiap bangunan untuk memberantas tempat berkembang biak nyamuk.
Undang-undang baru itu memberi akses pejabat ke semua rumah, bangunan pribadi dan umum, bahkan jika pemilik properti tak dapat ditemukan. Pejabat dapat meminta bantuan polisi untuk mendobrak gedung yang diduga jadi tempat bersarang nyamuk.
No comments:
Post a Comment