Jakarta, CNN Indonesia -- Sebuah penelitian menemukan banyak aplikasi penghitung langkah yang ternyata hasilnya tidak valid sekaligus tidak konsisten. Kurang catat ataupun lebih catat, kerap ditemukan dalam penelitian beberapa aplikasi.
Sejak olahraga lari kembali menjadi tren pada 2014 silam, berbagai aplikasi ponsel pintar yang bekerja sebagai pedometer, yakni alat untuk menghitung langkah, jumlah lemak dan kalori yang terbakar, serta pengukur jauh jarak tempuh, seolah menjadi peralatan yang wajib melekat pada mereka yang menggemari aktivitas lari.
Tak hanya untuk memberikan catatan olah tubuh yang dilakukan penggunanya, namun aplikasi yang dapat terkoneksi dengan jejaring sosial seakan menjadi penunjuk gaya hidup sehat si pemakainya.
Meski begitu, ternyata dalam sebuah penelitian, ditemukan bahwa aplikasi-aplikasi pedometer itu dinilai kurang dalam akurasinya sebagai alat penghitung.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh University of Toronto, tiga aplikasi seperti Runtastic, Moves dan Accupedo, dianggap sebagai aplikasi yang paling banyak diunduh oleh pengguna ponsel pintar, namun sekaligus dinilai sebagai aplikasi yang tidak valid ataupun konsisten.
Kajian yang dikepalai oleh Guy Faulkner, seorang profesor bidang kinesiologi dan pendidikan fisik, dan Krystn Orr, seorang master bidang ilmu olahraga, itu menelusuri kehandalan aplikasi-aplikasi pedometer tersebut. Mereka mencari tahu apakah aplikasi itu dapat digunakan dalam dunia medis.
"Jika kita ingin membuat orang-orang lebih aktif dalam kegiatan fisiknya, maka pengaturan diri menjadi hal yang penting," ujar Faulkner, seperti dikutip dari laman The Star.
"Tetapi kita harus waspada bahwa aplikasi-aplikasi ini sangat mungkin memberikan catatan yang kurang ataupun berlebihan atas aktivitas fisik penggunanya. Dan di luar dari aplikasi-aplikasi terkenal itu, sebenarnya masih ada perangkat yang dapat bekerja lebih baik.”
Pada observasi yang dilakukan, ketiga aplikasi itu diadu dengan pedometer Yamax SW-200, yang dijual seharga Rp480ribu di Amazon.com. Harga tersebut jelas jauh lebih tinggi dibandingkan dengan aplikasi pedometer yang dapat diunduh dengan gratis di smartphone.
Tiga dari empat tes yang dilakukan menunjukkan bahwa aplikasi-aplikasi itu menunjukkan validitas yang buruk dibandingkan dengan pedometer Yamax SW-200. Signifikansi perbedaan tiga alat itu dibandingkan dengan pedometer tercatat mencapai kurang lebih lima persen.
Dalam uji mendasar yang dilakukan, para periset meminta beberapa orang untuk berjalan kaki sebanyak 20 langkah dengan kecepatan normal. Aplikasi Moves mencatat langkah 30 persen di bawah hitungan sebenarnya. Selanjutnya, Accupedo mencatat signifikansi hitung di bawah 25 persen. Sedangkan, Runtastic malah mencatat 10 persen lebih banyak. Adapun untuk alat pedometer, terbilang menunjukkan angka yang valid.
Satu-satunya tes yang menunjukkan bahwa penghitungan aplikasi lebih baik daripada pedometer adalah ketika tes dilakukan dengan cara menghitung langkah saat pengguna naik tangga.
Untuk uji yang dilakukan dengan menaiki 40 anak tangga, Runtastic menunjukkan angka 3.41 persen dari yang sebenarnya dilakukan oleh para partisipan. Sedangkan Pedometer malah mencatat 10 persen lebih banyak.
Tes juga dilakukan kepada partisipan dalam kehidupan sehari-hari selama tiga hari. Mereka diminta menggunakan aplikasi minimal 10 jam dalam satu hari. Hasilnya, aplikasi-aplikasi tersebut menunjukkan angka yang salah.
"Secara keseluruhan, aplikasi-aplikasi ini menunjukkan hasil yang tidak valid sekaligus tidak konsisten. Baik dalam uji laboratorium ataupun kondisi kehidupan sehari-hari," tulis jurnal RMC Research Notes.
Penulis Kesehatan dan Teknologi Kebugaran dari The Wire Cutter sekaligus pelatih lari jarak jauh di McGill University, Jim McDannald mengatakan aplikasi penghitung kebugaran dan akselerasi gerak yang dibuat ke dalam telepon pintar adalah hal yang baru.
"Hal itu merupakan evolusi teknologi yang luas dan sangat sulit untuk memastikan denyut di pergelangan tangan dengan langkah kaki," katanya.
McDannald pun menegaskan, kalaupun aplikasi dapat menghitung dengan sempurna, namun penggunannya bukan menjadi cara yang tepat untuk menghitung kebugaran.
Di Universitas McGill sendiri, para atlet tidak menggunakan aplikasi kebugaran di telepon pintar. Mereka lebih memilih menggunakan jam tangan dengan GPS. Meski banyak aplikasi yang tidak tepat hitung, McDannald menilai, aplikasi masih lebih baik dibandingkan dengan tidak menggunakan apapun.
"Kalau seseorang ingin memiliki sumber motivasi atau mengukur seberapa banyak aktivitas yang telah mereka lakukan, rasanya aplikasi ataupun perangkat-perangkat hitung lainnya dapat memberikan informasi tersebut," ujarnya.
"Tetapi jika kamu menginginkan penghitungan yang tepat atas aktivitas apapun yang kamu lakukan dalam satu hari, maka kamu akan merasa kecewa," imbuh McDannald.
Sejak olahraga lari kembali menjadi tren pada 2014 silam, berbagai aplikasi ponsel pintar yang bekerja sebagai pedometer, yakni alat untuk menghitung langkah, jumlah lemak dan kalori yang terbakar, serta pengukur jauh jarak tempuh, seolah menjadi peralatan yang wajib melekat pada mereka yang menggemari aktivitas lari.
Tak hanya untuk memberikan catatan olah tubuh yang dilakukan penggunanya, namun aplikasi yang dapat terkoneksi dengan jejaring sosial seakan menjadi penunjuk gaya hidup sehat si pemakainya.
Meski begitu, ternyata dalam sebuah penelitian, ditemukan bahwa aplikasi-aplikasi pedometer itu dinilai kurang dalam akurasinya sebagai alat penghitung.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh University of Toronto, tiga aplikasi seperti Runtastic, Moves dan Accupedo, dianggap sebagai aplikasi yang paling banyak diunduh oleh pengguna ponsel pintar, namun sekaligus dinilai sebagai aplikasi yang tidak valid ataupun konsisten.
Kajian yang dikepalai oleh Guy Faulkner, seorang profesor bidang kinesiologi dan pendidikan fisik, dan Krystn Orr, seorang master bidang ilmu olahraga, itu menelusuri kehandalan aplikasi-aplikasi pedometer tersebut. Mereka mencari tahu apakah aplikasi itu dapat digunakan dalam dunia medis.
"Jika kita ingin membuat orang-orang lebih aktif dalam kegiatan fisiknya, maka pengaturan diri menjadi hal yang penting," ujar Faulkner, seperti dikutip dari laman The Star.
"Tetapi kita harus waspada bahwa aplikasi-aplikasi ini sangat mungkin memberikan catatan yang kurang ataupun berlebihan atas aktivitas fisik penggunanya. Dan di luar dari aplikasi-aplikasi terkenal itu, sebenarnya masih ada perangkat yang dapat bekerja lebih baik.”
Pada observasi yang dilakukan, ketiga aplikasi itu diadu dengan pedometer Yamax SW-200, yang dijual seharga Rp480ribu di Amazon.com. Harga tersebut jelas jauh lebih tinggi dibandingkan dengan aplikasi pedometer yang dapat diunduh dengan gratis di smartphone.
Tiga dari empat tes yang dilakukan menunjukkan bahwa aplikasi-aplikasi itu menunjukkan validitas yang buruk dibandingkan dengan pedometer Yamax SW-200. Signifikansi perbedaan tiga alat itu dibandingkan dengan pedometer tercatat mencapai kurang lebih lima persen.
Pedometer jauh lebih akurat dalam menghitung langkah dibanding aplikasi ponsel. (Thinkstock/Enigmangel)
|
Satu-satunya tes yang menunjukkan bahwa penghitungan aplikasi lebih baik daripada pedometer adalah ketika tes dilakukan dengan cara menghitung langkah saat pengguna naik tangga.
Untuk uji yang dilakukan dengan menaiki 40 anak tangga, Runtastic menunjukkan angka 3.41 persen dari yang sebenarnya dilakukan oleh para partisipan. Sedangkan Pedometer malah mencatat 10 persen lebih banyak.
Tes juga dilakukan kepada partisipan dalam kehidupan sehari-hari selama tiga hari. Mereka diminta menggunakan aplikasi minimal 10 jam dalam satu hari. Hasilnya, aplikasi-aplikasi tersebut menunjukkan angka yang salah.
"Secara keseluruhan, aplikasi-aplikasi ini menunjukkan hasil yang tidak valid sekaligus tidak konsisten. Baik dalam uji laboratorium ataupun kondisi kehidupan sehari-hari," tulis jurnal RMC Research Notes.
Penulis Kesehatan dan Teknologi Kebugaran dari The Wire Cutter sekaligus pelatih lari jarak jauh di McGill University, Jim McDannald mengatakan aplikasi penghitung kebugaran dan akselerasi gerak yang dibuat ke dalam telepon pintar adalah hal yang baru.
"Hal itu merupakan evolusi teknologi yang luas dan sangat sulit untuk memastikan denyut di pergelangan tangan dengan langkah kaki," katanya.
McDannald pun menegaskan, kalaupun aplikasi dapat menghitung dengan sempurna, namun penggunannya bukan menjadi cara yang tepat untuk menghitung kebugaran.
Di Universitas McGill sendiri, para atlet tidak menggunakan aplikasi kebugaran di telepon pintar. Mereka lebih memilih menggunakan jam tangan dengan GPS. Meski banyak aplikasi yang tidak tepat hitung, McDannald menilai, aplikasi masih lebih baik dibandingkan dengan tidak menggunakan apapun.
"Kalau seseorang ingin memiliki sumber motivasi atau mengukur seberapa banyak aktivitas yang telah mereka lakukan, rasanya aplikasi ataupun perangkat-perangkat hitung lainnya dapat memberikan informasi tersebut," ujarnya.
"Tetapi jika kamu menginginkan penghitungan yang tepat atas aktivitas apapun yang kamu lakukan dalam satu hari, maka kamu akan merasa kecewa," imbuh McDannald.
No comments:
Post a Comment