Jakarta, CNN Indonesia -- Beberapa minggu belakangan, virus Zika mendominasi pembahasan tentang kesehatan di seluruh dunia. Pasalnya, Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan Zika sebagai darurat kesehatan internasional.
Virus yang disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti itu tengah mewabah di benua Amerika, terutama di Amerika Tengah dan Selatan. Kasus terparah terjadi di Brasil, dimana lebih dari 1,5 juta orang terinfeksi.
Sebenarnya, virus Zika tidak terlalu berbahaya. Efeknya tidak terlalu parah, bahkan ada yang tidak menunjukkan gejala sama sekali. Mereka yang terinfeksi, umumnya merasa demam, memiliki ruam di kulit, dan nyeri sendi.
Zika bisa jadi fatal bila menyerang ibu hamil. Di Brasil, virus Zika dikaitkan dengan kasus mikrosefalus, gangguan saraf pada janin yang menyebabkan bayi lahir dengan lingkar kepala lebih kecil dari normal. Bayi mikrosefalus, selain memiliki kepala kecil, juga mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan.
Setidaknya 3700 kasus mikrosefalus tercatat di Brasil dan diduga kuat terkait dengan virus Zika.
Di sisi lain, peneliti menemukan ancaman mematikan baru dari virus Zika, yakni sindrom Guillain-Barré.
Melansir laman Independent, Guillain-Barré merupakan sindrom langka, dan bisa jadi mengakibatkan kematian. Pasalnya, sistem imunitas tubuh berbalik menyerang saraf dan mengakibatkan kelumpuhan.
Ratusan kasus Guillain-Barré terjadi di Brasil dan dikaitkan dengan wabah Zika di negara tersebut. Dikabarkan, sebagian penderita sindrom tersebut, meninggal.
Tidak seperti mikrosefalus yang hanya menyerang janin, Guillain-Barré bisa menyerang siapapun. Gejalanya diantaranya rasa kebas atau kesemutan pada tangan dan kaki, yang melemahkan otot. Selanjutnya, rasa kebas dan kesemutan tersebut bisa jadi menyebar ke area dada dan memengaruhi otot jantung, bahkan menyebabkan kelumpuhan.
Jika sudah sampai ke tahap ini, penderita harus dibantu bernafas dengan alat.
Berdasarkan penelitian, kelemahan otot akibat Guillain-Barré bisa bertahan beberapa minggu atau beberapa bulan. Tapi di beberapa kasus, kelumpuhan terjadi menahun.
Ditemukan 100 Tahun Lalu
Sindrom Guillain-Barré bukanlah berita baru di dunia medis. Penyakit ini sudah menjadi pembahasan sejak satu abad lalu dan kerap dikaitkan dengan infeksi virus atau bakteri, yang mengubah sistem imunitas jadi menyerang tubuh.
Sebanyak 30 persen pasien Guillain-Barré, harus dibantu bernapas dengan mesin ventilasi dan pengawasan ketat. Sementara itu, kurang dari 5 persen pengidap Guillain-Barré, meninggal.
Berkenaan dengan sindrom yang melumpuhkan ini, para peneliti dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) tengah meneliti kaitannya dengan merebaknya virus Zika. Mereka bekerjasama dengan pemerintah Brasil.
Kaitan Guillain-Barré dan Zika, pertama kali dideteksi di Polinesia Prancis, saat Zika mewabah pada 2013 silam. Sebanyak 42 kasus Guillain-Barré terdeteksi di Polinesia Prancis, atau meningkat 8 kali lipat dibanding normal.
Selain itu, baru-baru ini peneliti di Polinesia Prancis juga menemukan kaitan Zika dengan mikrosefalus, yang semakin menegaskan temuan peneliti Brasil akan bahaya Zika.
Tidak hanya mikrosefalus, kini peneliti Brasil pun fokus memeriksa keterkaitan Zika dan Guillain-Barré. Tim dokter Brasil menemukan peningkatan drastis kasus Guillain-Barré di Negara Samba itu.
Rumah sakit di Niteroi, Rio de Janeiro melaporkan terdapat 16 kasus diduga Guillain-Barré, dengan gejala kelumpuhan otot setelah dua minggu terinfeksi Zika. Sementara Hospital da Restauracao di Recife, timur laut Brasil, terdapat 94 pasien yang didiagnosa mengidap Guillain-Barré saat musim nyamuk Aedes aegypti berkembang biak.
Jumlah tersebut meningkat enam kali lipat dari angka normal.
Di rumah sakit Couto Maia, Salvador, Antonio Bandeira, pakar penyakit infeksi, melaporkan 24 kasus Guillain-Barré, diantara Mei-Juli 2015.
Di sisi lain, Zika mulai mewabah Februari tahun lalu hingga Juli dan kemudian menghilang.
Sementara, di Maceio, Wellington Galvao, spesialis penyakit darah, merawat 43 pasien dengan Guillain-Barré sepanjang 2015.
“Saya memperkirakan Zika meningkatkan peluang seseorang terkena Guillain-Barré hingga 20 kali lipat. Ini bisa jadi mimpi buruk,” kata Galvao.
Belum Ada Konfirmasi
Kendati banyak laporan kasus Guillain-Barré yang hadir bertepatan dengan wabah Zika, namun kaitan antara Guillain-Barré dan Zika belum dikonfirmasi.
Meskipun demikian, peningkatan kasus Guillain-Barré juga terjadi di Kolombia dan Honduras. Dilaporkan satu orang meninggal akibat Guillain-Barré, beberapa waktu lalu.
Atas alasan itu WHO menyebut Guillain-Barré sebagai ancaman potensial dari Zika selain mikrosefalus.
Virus yang disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti itu tengah mewabah di benua Amerika, terutama di Amerika Tengah dan Selatan. Kasus terparah terjadi di Brasil, dimana lebih dari 1,5 juta orang terinfeksi.
Sebenarnya, virus Zika tidak terlalu berbahaya. Efeknya tidak terlalu parah, bahkan ada yang tidak menunjukkan gejala sama sekali. Mereka yang terinfeksi, umumnya merasa demam, memiliki ruam di kulit, dan nyeri sendi.
Zika bisa jadi fatal bila menyerang ibu hamil. Di Brasil, virus Zika dikaitkan dengan kasus mikrosefalus, gangguan saraf pada janin yang menyebabkan bayi lahir dengan lingkar kepala lebih kecil dari normal. Bayi mikrosefalus, selain memiliki kepala kecil, juga mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan.
Setidaknya 3700 kasus mikrosefalus tercatat di Brasil dan diduga kuat terkait dengan virus Zika.
Di sisi lain, peneliti menemukan ancaman mematikan baru dari virus Zika, yakni sindrom Guillain-Barré.
Melansir laman Independent, Guillain-Barré merupakan sindrom langka, dan bisa jadi mengakibatkan kematian. Pasalnya, sistem imunitas tubuh berbalik menyerang saraf dan mengakibatkan kelumpuhan.
Ratusan kasus Guillain-Barré terjadi di Brasil dan dikaitkan dengan wabah Zika di negara tersebut. Dikabarkan, sebagian penderita sindrom tersebut, meninggal.
Tidak seperti mikrosefalus yang hanya menyerang janin, Guillain-Barré bisa menyerang siapapun. Gejalanya diantaranya rasa kebas atau kesemutan pada tangan dan kaki, yang melemahkan otot. Selanjutnya, rasa kebas dan kesemutan tersebut bisa jadi menyebar ke area dada dan memengaruhi otot jantung, bahkan menyebabkan kelumpuhan.
Jika sudah sampai ke tahap ini, penderita harus dibantu bernafas dengan alat.
Berdasarkan penelitian, kelemahan otot akibat Guillain-Barré bisa bertahan beberapa minggu atau beberapa bulan. Tapi di beberapa kasus, kelumpuhan terjadi menahun.
Ditemukan 100 Tahun Lalu
Sindrom Guillain-Barré bukanlah berita baru di dunia medis. Penyakit ini sudah menjadi pembahasan sejak satu abad lalu dan kerap dikaitkan dengan infeksi virus atau bakteri, yang mengubah sistem imunitas jadi menyerang tubuh.
Sebanyak 30 persen pasien Guillain-Barré, harus dibantu bernapas dengan mesin ventilasi dan pengawasan ketat. Sementara itu, kurang dari 5 persen pengidap Guillain-Barré, meninggal.
Berkenaan dengan sindrom yang melumpuhkan ini, para peneliti dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) tengah meneliti kaitannya dengan merebaknya virus Zika. Mereka bekerjasama dengan pemerintah Brasil.
Kaitan Guillain-Barré dan Zika, pertama kali dideteksi di Polinesia Prancis, saat Zika mewabah pada 2013 silam. Sebanyak 42 kasus Guillain-Barré terdeteksi di Polinesia Prancis, atau meningkat 8 kali lipat dibanding normal.
Selain itu, baru-baru ini peneliti di Polinesia Prancis juga menemukan kaitan Zika dengan mikrosefalus, yang semakin menegaskan temuan peneliti Brasil akan bahaya Zika.
Tidak hanya mikrosefalus, kini peneliti Brasil pun fokus memeriksa keterkaitan Zika dan Guillain-Barré. Tim dokter Brasil menemukan peningkatan drastis kasus Guillain-Barré di Negara Samba itu.
Rumah sakit di Niteroi, Rio de Janeiro melaporkan terdapat 16 kasus diduga Guillain-Barré, dengan gejala kelumpuhan otot setelah dua minggu terinfeksi Zika. Sementara Hospital da Restauracao di Recife, timur laut Brasil, terdapat 94 pasien yang didiagnosa mengidap Guillain-Barré saat musim nyamuk Aedes aegypti berkembang biak.
Jumlah tersebut meningkat enam kali lipat dari angka normal.
Di rumah sakit Couto Maia, Salvador, Antonio Bandeira, pakar penyakit infeksi, melaporkan 24 kasus Guillain-Barré, diantara Mei-Juli 2015.
Di sisi lain, Zika mulai mewabah Februari tahun lalu hingga Juli dan kemudian menghilang.
Sementara, di Maceio, Wellington Galvao, spesialis penyakit darah, merawat 43 pasien dengan Guillain-Barré sepanjang 2015.
“Saya memperkirakan Zika meningkatkan peluang seseorang terkena Guillain-Barré hingga 20 kali lipat. Ini bisa jadi mimpi buruk,” kata Galvao.
Belum Ada Konfirmasi
Kendati banyak laporan kasus Guillain-Barré yang hadir bertepatan dengan wabah Zika, namun kaitan antara Guillain-Barré dan Zika belum dikonfirmasi.
Meskipun demikian, peningkatan kasus Guillain-Barré juga terjadi di Kolombia dan Honduras. Dilaporkan satu orang meninggal akibat Guillain-Barré, beberapa waktu lalu.
Atas alasan itu WHO menyebut Guillain-Barré sebagai ancaman potensial dari Zika selain mikrosefalus.
No comments:
Post a Comment