Jakarta, CNN Indonesia -- Kanker bisa menyerang siapa saja, termasuk anak-anak. Dalam menghadapi kanker, pasien yang masih kanak-kanak ini harus dihadapkan pada serangkaian prosedur pemulihan yang menyita waktu, biaya, serta kondisi yang tidak menyenangkan.
Bagi beberapa pasien kanker anak yang memiliki akses mudah, menjalani serangkaian pengobatan, mungkin tak menjadi masalah bila harus bolak-balik dari tempat tinggal ke rumah sakit.
Namun bagi yang berasal dari daerah terpencil, harus ke Jakarta atau kota besar untuk berobat tanpa adanya kenalan, akan menambah derita yang dirasa. Karena itulah, rumah singgah hadir sebagai 'penyelamat" bagi pasien kanker cilik dan keluarganya.
"Anak-anak ini kan mendapatkan rujukan dari dokter di daerah harus ke Jakarta atau kota besar untuk berobat, ya kalau mondar-mandir di sekitar Jabodetabek meski makan waktu dan ongkos mungkin bisa, tapi kalau dari luar pulau mereka mau tinggal di mana?" kata Mardi Santosa, Pengawas Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia (YKAKI) saat ditemui CNNIndonesia.com di the Ritz-Carlton Mega Kuningan, pada Kamis (11/2).
"Biasanya kalau anaknya dirawat, orang tuanya tinggal di selasar RSCM berminggu-minggu, berbulan-bulan, lalu makannya dari mana? Mereka membeli di pinggir jalan yang harusnya tidak boleh dimakan. Maka ketika pertama kali YKAKI berdiri, yang kami lakukan adalah mendirikan rumah singgah karena itu sangat diperlukan oleh mereka."
Kasus anak dengan kanker di Indonesia mencapai jumlah cukup besar. Menurut data Komisi Perlindungan Anak yang dirilis pada Rabu (3/2) lalu menyebutkan terdapat 4.100 kasus kanker anak baru yang diderita oleh anak-anak Indonesia. Angka ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan kasus kanker anak tertinggi di dunia.
Lamanya proses pemulihan kanker yang harus dijalani pasien kecil ini tak menentu, kadang harus berbulan, bahkan ada yang sampai menahun, tergantung dari hasil analisis sang dokter. Karena itulah, tak jarang pasien kanker anak dari luar kota harus meninggalkan duduk sekolah mereka demi menjalani proses penyembuhan kanker.
"Tinggal dengan kami dapat menahun, untuk keperluan berobat. Sehingga kami menyediakan sekolah di situ dari PAUD sampai SMA ada dan gurunya Sarjana Pendidikan, di rumah sakit pun ada sekolahnya juga," kata Mardi. "Paling sebentar enam bulan yang berobat, rata-rata dua tahun tapi semua tergantung rujukan dokter."
Mardi menyebutkan penghuni rumah singgah mereka, yang tersebar di delapan lokasi di seluruh Indonesia, datang dari berbagai daerah terpencil. Untuk rumah singgah YKAKI yang terletak di Jalan Percetakan Negara IX no 10A ini kebanyakan datang dari Lampung, namun ada juga yang dari Pulau Buru, Maluku, dan Papua. Mereka semua dirujuk ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Menurut Nugroho Saleh, salah satu anggota YKAKI yang ikut ditemui CNNIndonesia.com dalam kesempatan yang sama, seandainya para orang tua dan dokter setempat sadar akan kanker pada anak lebih awal, mungkin pengobatan akan berlangsung singkat dengan peluang sembuh sebesar 90 persen.
Namun kejadian yang ia alami, banyak dokter di Puskesmas yang tidak sadar akan tanda kanker dan diperparah dengan sikap orang tua yang menganggap sepele gejala awal kanker karena minimnya pengetahuan. Menurut data dari YKAKI sendiri, leukimia atau kanker darah menjadi jenis kanker yang terbanyak diderita anak-anak, baru kemudian kanker mata.
"Cirinya kalau ada bintik putih di kornea dan bila disenter ia memantul kembali, bisa jadi itu gejala awal kanker," kata Mardi menambahkan.
Sejak pertama kali berdiri pada 1 November 2006, rumah singgah YKAKI ini sanggup menampung 28 anak dengan orang tuanya untuk tinggal bersama selama menjalani proses penyembuhan. Namun pernah rumah yang dahulu kontrak dan kini telah dimiliki penuh oleh yayasan itu menampung 35 anak bersama orang tuanya masing-masing.
Sistem dalam rumah singgah ini selayaknya asrama atau kampung kecil. Siapa pun anak dapat menjadi bagian dari rumah singgah selama memiliki kanker dan dalam proses rujukan. Ia dapat tinggal bersama orang tuanya tanpa batasan waktu. Untuk pasien di bawah lima tahun, pihak yayasan mengizinkan satu kamar anak ditemani oleh kedua orang tuanya. Tapi bagi pasien di atas lima tahun, maka hanya salah satu orang tua yang dapat menemani.
"Untuk biaya, sebenarnya kami punya aturan meminta Rp5 ribu untuk masing-masing keluarga per hari untuk biaya lauk untuk makan, tapi bila benar-benar tidak ada uang, maka akan kami bebaskan," kata Nugroho.
Di dalam rumah singgah tersebut, pihak keluarga pasien dapat fasilitas tempat tinggal, dapur umum, makanan, sembako, serta pencarian obat tambahan bila diperlukan. Semuanya bebas biaya karena YKKAI memperoleh donasi dari berbagai pihak.
Uang lima ribu rupiah yang dikumpulkan dari masing-masing keluarga kemudian dibelikan berbagai bahan makanan untuk dimasak dan dikonsumsi bersama. Pihak yayasan melarang penggunaan MSG dan bahan-bahan kimiawi serta makanan jajanan guna menghindari zat penyebab kanker.
"Rencana pembangunan berikutnya mengarah ke daerah timur Indonesia," kata Mardi. "Sejak berdiri hingga sekarang sudah ada 700 anak yang pernah tinggal, 65 persen sembuh dan tidak sembuh atau tidak ada kabar sekitar 35 persen." lanjutnya.
Bagi beberapa pasien kanker anak yang memiliki akses mudah, menjalani serangkaian pengobatan, mungkin tak menjadi masalah bila harus bolak-balik dari tempat tinggal ke rumah sakit.
Namun bagi yang berasal dari daerah terpencil, harus ke Jakarta atau kota besar untuk berobat tanpa adanya kenalan, akan menambah derita yang dirasa. Karena itulah, rumah singgah hadir sebagai 'penyelamat" bagi pasien kanker cilik dan keluarganya.
"Anak-anak ini kan mendapatkan rujukan dari dokter di daerah harus ke Jakarta atau kota besar untuk berobat, ya kalau mondar-mandir di sekitar Jabodetabek meski makan waktu dan ongkos mungkin bisa, tapi kalau dari luar pulau mereka mau tinggal di mana?" kata Mardi Santosa, Pengawas Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia (YKAKI) saat ditemui CNNIndonesia.com di the Ritz-Carlton Mega Kuningan, pada Kamis (11/2).
"Biasanya kalau anaknya dirawat, orang tuanya tinggal di selasar RSCM berminggu-minggu, berbulan-bulan, lalu makannya dari mana? Mereka membeli di pinggir jalan yang harusnya tidak boleh dimakan. Maka ketika pertama kali YKAKI berdiri, yang kami lakukan adalah mendirikan rumah singgah karena itu sangat diperlukan oleh mereka."
Kasus anak dengan kanker di Indonesia mencapai jumlah cukup besar. Menurut data Komisi Perlindungan Anak yang dirilis pada Rabu (3/2) lalu menyebutkan terdapat 4.100 kasus kanker anak baru yang diderita oleh anak-anak Indonesia. Angka ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan kasus kanker anak tertinggi di dunia.
Lamanya proses pemulihan kanker yang harus dijalani pasien kecil ini tak menentu, kadang harus berbulan, bahkan ada yang sampai menahun, tergantung dari hasil analisis sang dokter. Karena itulah, tak jarang pasien kanker anak dari luar kota harus meninggalkan duduk sekolah mereka demi menjalani proses penyembuhan kanker.
"Tinggal dengan kami dapat menahun, untuk keperluan berobat. Sehingga kami menyediakan sekolah di situ dari PAUD sampai SMA ada dan gurunya Sarjana Pendidikan, di rumah sakit pun ada sekolahnya juga," kata Mardi. "Paling sebentar enam bulan yang berobat, rata-rata dua tahun tapi semua tergantung rujukan dokter."
Mardi menyebutkan penghuni rumah singgah mereka, yang tersebar di delapan lokasi di seluruh Indonesia, datang dari berbagai daerah terpencil. Untuk rumah singgah YKAKI yang terletak di Jalan Percetakan Negara IX no 10A ini kebanyakan datang dari Lampung, namun ada juga yang dari Pulau Buru, Maluku, dan Papua. Mereka semua dirujuk ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Menurut Nugroho Saleh, salah satu anggota YKAKI yang ikut ditemui CNNIndonesia.com dalam kesempatan yang sama, seandainya para orang tua dan dokter setempat sadar akan kanker pada anak lebih awal, mungkin pengobatan akan berlangsung singkat dengan peluang sembuh sebesar 90 persen.
Namun kejadian yang ia alami, banyak dokter di Puskesmas yang tidak sadar akan tanda kanker dan diperparah dengan sikap orang tua yang menganggap sepele gejala awal kanker karena minimnya pengetahuan. Menurut data dari YKAKI sendiri, leukimia atau kanker darah menjadi jenis kanker yang terbanyak diderita anak-anak, baru kemudian kanker mata.
"Cirinya kalau ada bintik putih di kornea dan bila disenter ia memantul kembali, bisa jadi itu gejala awal kanker," kata Mardi menambahkan.
Sejak pertama kali berdiri pada 1 November 2006, rumah singgah YKAKI ini sanggup menampung 28 anak dengan orang tuanya untuk tinggal bersama selama menjalani proses penyembuhan. Namun pernah rumah yang dahulu kontrak dan kini telah dimiliki penuh oleh yayasan itu menampung 35 anak bersama orang tuanya masing-masing.
Sistem dalam rumah singgah ini selayaknya asrama atau kampung kecil. Siapa pun anak dapat menjadi bagian dari rumah singgah selama memiliki kanker dan dalam proses rujukan. Ia dapat tinggal bersama orang tuanya tanpa batasan waktu. Untuk pasien di bawah lima tahun, pihak yayasan mengizinkan satu kamar anak ditemani oleh kedua orang tuanya. Tapi bagi pasien di atas lima tahun, maka hanya salah satu orang tua yang dapat menemani.
"Untuk biaya, sebenarnya kami punya aturan meminta Rp5 ribu untuk masing-masing keluarga per hari untuk biaya lauk untuk makan, tapi bila benar-benar tidak ada uang, maka akan kami bebaskan," kata Nugroho.
Di dalam rumah singgah tersebut, pihak keluarga pasien dapat fasilitas tempat tinggal, dapur umum, makanan, sembako, serta pencarian obat tambahan bila diperlukan. Semuanya bebas biaya karena YKKAI memperoleh donasi dari berbagai pihak.
Uang lima ribu rupiah yang dikumpulkan dari masing-masing keluarga kemudian dibelikan berbagai bahan makanan untuk dimasak dan dikonsumsi bersama. Pihak yayasan melarang penggunaan MSG dan bahan-bahan kimiawi serta makanan jajanan guna menghindari zat penyebab kanker.
"Rencana pembangunan berikutnya mengarah ke daerah timur Indonesia," kata Mardi. "Sejak berdiri hingga sekarang sudah ada 700 anak yang pernah tinggal, 65 persen sembuh dan tidak sembuh atau tidak ada kabar sekitar 35 persen." lanjutnya.
No comments:
Post a Comment