Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Kesehatan Brasil Marcelo Castro mengeluarkan pernyataan bahwa pemerintah negaranya sangat yakin virus zika memiliki hubungan dengan kecacatan lahir. Padahal bukti ilmiah masih belum ditemukan dan penelitian tentang hal tersebut masih terus berlangsung.
Castro mengatakan beda enam bulan antara waktu mewabahnya virus zika dengan melonjaknya laporan kasus mikrosefalus bukanlah sebuah kebetulan belaka.
"Kami sangat yakin ada hubungan sebab-akibat antara mikrosefalus dengan zika," kata Castro dikutip dari Time. Dia juga menambahkan kalau para peneliti di pemerintahan setempat telah sepakat dengan pernyataan tersebut.
Bukti klinis dan pemeriksaan awal di laboratorium menemukan bahwa banyak bayi dengan mikrosefalus ternyata lahir dari ibu yang terinfeksi zika saat hamil. Oleh sebab itu, Castro mengatakan dibutuhkan lebih banyak penelitian lagi untuk membuktikan adakah faktor lainnya yang juga berperan dalam lonjakan kecacatan kelahiran tersebut.
Selain itu, pemerintah Brasil juga membantah kalau pihaknya terlambat menginvestigasi lonjakan kasus tersebut sehingga menyebabkan kegelisahan internasional. Castro menegaskan pemerintah pusat telah memerintahkan pemerintah daerah untuk mempercepat pemeriksaan pada setiap kelahiran baru.
Dilansir dari Medical Daily, Pemerintah Brasil telah menurunkan sekitar 220 ribu pasukan yang terdiri dari militer dan petugas kesehatan untuk menggalakkan kampanye Zero Zika di berbagai daerah di negaranya.
Dari 200 ribu pasukan tersebut, 70 ribu di antaranya difokuskan di Rio de Janeiro karena akan menjadi tempat penyelenggaraan olimpiade.
Pasukan tersebut akan mengunjungi rumah-rumah penduduk untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap virus zika. Sekitar tiga juta rumah di 350 kota menjadi sasaran dari kampanye tersebut.
"Tanpa keterlibatan masyarakat memerangi virus zika akan sangat sulit dan ketika mereka terlibat, itu juga akan tetap sulit, tapi bukan tidak mungkin," ujar Castro.
Brazil telah melaporkan sekitar 150 kasus mikrosefalus setiap tahunnya. Sejak Oktober lalu, lebih dari lima ribu kasus mikrosefalus telah dilaporkan. Dari data tersebut, 41 kasus ternyata memiliki hubungan dengan zika.
Teori Baru Pemicu Mikrosefalus
Di sisi lain, para dokter dari organisasi di Argentina, Physicians in Crop-Sprayed Towns (PCST), mengungkapkan bahwa virus zika tidak memiliki hubungan dengan mikrosefalus. Mereka mengatakan kecacatan lahir yang terjadi di Brasil itu disebabkan oleh bahan kimia dari pembasmi larva atau jentik yang terkontaminasi dengan air.
Bahan kimia bernama Pyriproxyfen katanya telah mencemari persediaan air minum di Brazil pada 2014. Hal itu dilakukan untuk menghentikan perkembangan jentik nyamuk pada tangki air minum. Namun, ternyata, bahan kimia itu menyebabkan malformasi pada nyamuk.
Pyriproxyfen memang telah digunakan secara masif oleh Pemerintah Brasil untuk mengontrol populasi nyamuk di negaranya. Pembasmi larva atau jentik itu diproduksi oleh Sumitomo Chemical, sebuah perusahaan yang berasosiasi dengan Monsanto dari Jepang.
Kementerian Kesehatan Brazil memang pernah menginstruksikan penduduk untuk menambahkan Pyriproxyfen untuk mencegah perkembangan nyamuk, salah satunya di daerah Pernambuco. Di area tersebut perkembangan nyamuk pembawa virus zika, Aedes aegypti memang sangat tinggi.
Pernambuco juga merupakan negara bagian pertama di Brasil yang mencuatkan kasus mikrosefalus. Sebanyak 35 persen dari total kasus mikrosefalus di Brasil berasal dari wilayah tersebut.
"Malformasi terdeteksi pada ribuan bayi dari ibu hamil yang tinggal di negara bagian Brasil itu. Mereka menambahkan Pyriproxyfen pada air minum mereka," tulis PCST dalam laporannya, dikutip Tech Times.
Kelompok dokter dari Argentina itu juga menekankan, saat zika mewabah di masa lalu, tidak pernah ada kasus mikrosefalus yang dikaitkan dengan virus tersebut. Padahal sekitar 75 persen dari populasi sudah terinfeksi virus zika.
Mereka menambahkan, di negara-negara lainnya seperti Kolombia, banyak juga ditemukan kasus Zika, tapi tidak ada catatan kalau virus tersebut berkaitan dengan mikrosefalus. Sebanyak 3.177 perempuan hamil di negara itu terinfeksi Zika, namun berdasarkan laporan PCST janin mereka sehat dan melahirkan bayi yang sehat pula.
Tak hanya itu, salah satu bukti yang memperkuat argumen kelompok dokter Argentina tersebut adalah data yang dikeluarkan oleh The Washington Post pada Januari lalu. Mereka melaporkan pada setelah para ahli meneliti 732 kasus dari 4.180 mikrosefalus yang terkait dengan zika, lebih dari setengahnya tidak terkait sama sekali dengan virus zika. Hanya 270 kasus yang terkonfirmasi adanya hubungan zika dan mikrosefalus.
Hingga saat ini Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) masih belum menetapkan hubungan kecacatan lahir dengan virus zika. Saat ini mereka sangat berhati-hati untuk tidak secara eksplisit menghubungkan zika dengan mikrosefalus.
"Meskipun hubungan sebab akibat antara infeksi Zika dalam kehamilan dan mikrosefalus belum ditetapkan, buktinya cukup sugestif dan sangat mengkhawatirkan," kata Direktur Jenderal WHO Margaret Chan.
Saat ini para imuwan sedang sibuk meneltiti virus zika dari berbagai celah. Mereka sedang mencari tahu kebenaran adanya hubungan virus zika dengan kecacatan lahir, bahkan hubungannya dengan gangguan saraf yang menyebabkan kelumpuhan.
Berbagai upaya telah mereka lakukan. Mulai dari membuat nyamuk rekayasa genetika untuk memerangi virus zika, mencari pestisida kimia yang lebih aman dan efektif, serta mengembangkan obat-obatan untuk mengobati dan mencegah infeksi virus Zika.
Castro mengatakan beda enam bulan antara waktu mewabahnya virus zika dengan melonjaknya laporan kasus mikrosefalus bukanlah sebuah kebetulan belaka.
"Kami sangat yakin ada hubungan sebab-akibat antara mikrosefalus dengan zika," kata Castro dikutip dari Time. Dia juga menambahkan kalau para peneliti di pemerintahan setempat telah sepakat dengan pernyataan tersebut.
Bukti klinis dan pemeriksaan awal di laboratorium menemukan bahwa banyak bayi dengan mikrosefalus ternyata lahir dari ibu yang terinfeksi zika saat hamil. Oleh sebab itu, Castro mengatakan dibutuhkan lebih banyak penelitian lagi untuk membuktikan adakah faktor lainnya yang juga berperan dalam lonjakan kecacatan kelahiran tersebut.
Selain itu, pemerintah Brasil juga membantah kalau pihaknya terlambat menginvestigasi lonjakan kasus tersebut sehingga menyebabkan kegelisahan internasional. Castro menegaskan pemerintah pusat telah memerintahkan pemerintah daerah untuk mempercepat pemeriksaan pada setiap kelahiran baru.
Dilansir dari Medical Daily, Pemerintah Brasil telah menurunkan sekitar 220 ribu pasukan yang terdiri dari militer dan petugas kesehatan untuk menggalakkan kampanye Zero Zika di berbagai daerah di negaranya.
Dari 200 ribu pasukan tersebut, 70 ribu di antaranya difokuskan di Rio de Janeiro karena akan menjadi tempat penyelenggaraan olimpiade.
Pasukan tersebut akan mengunjungi rumah-rumah penduduk untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap virus zika. Sekitar tiga juta rumah di 350 kota menjadi sasaran dari kampanye tersebut.
"Tanpa keterlibatan masyarakat memerangi virus zika akan sangat sulit dan ketika mereka terlibat, itu juga akan tetap sulit, tapi bukan tidak mungkin," ujar Castro.
Brazil telah melaporkan sekitar 150 kasus mikrosefalus setiap tahunnya. Sejak Oktober lalu, lebih dari lima ribu kasus mikrosefalus telah dilaporkan. Dari data tersebut, 41 kasus ternyata memiliki hubungan dengan zika.
Brasil melepaskan nyamuk jantan hasil mutasi yang diharapkan bisa menghentikan penyebaran virus zika. (REUTERS/Paulo Whitaker)
|
Di sisi lain, para dokter dari organisasi di Argentina, Physicians in Crop-Sprayed Towns (PCST), mengungkapkan bahwa virus zika tidak memiliki hubungan dengan mikrosefalus. Mereka mengatakan kecacatan lahir yang terjadi di Brasil itu disebabkan oleh bahan kimia dari pembasmi larva atau jentik yang terkontaminasi dengan air.
Bahan kimia bernama Pyriproxyfen katanya telah mencemari persediaan air minum di Brazil pada 2014. Hal itu dilakukan untuk menghentikan perkembangan jentik nyamuk pada tangki air minum. Namun, ternyata, bahan kimia itu menyebabkan malformasi pada nyamuk.
Pyriproxyfen memang telah digunakan secara masif oleh Pemerintah Brasil untuk mengontrol populasi nyamuk di negaranya. Pembasmi larva atau jentik itu diproduksi oleh Sumitomo Chemical, sebuah perusahaan yang berasosiasi dengan Monsanto dari Jepang.
Kementerian Kesehatan Brazil memang pernah menginstruksikan penduduk untuk menambahkan Pyriproxyfen untuk mencegah perkembangan nyamuk, salah satunya di daerah Pernambuco. Di area tersebut perkembangan nyamuk pembawa virus zika, Aedes aegypti memang sangat tinggi.
Pernambuco juga merupakan negara bagian pertama di Brasil yang mencuatkan kasus mikrosefalus. Sebanyak 35 persen dari total kasus mikrosefalus di Brasil berasal dari wilayah tersebut.
"Malformasi terdeteksi pada ribuan bayi dari ibu hamil yang tinggal di negara bagian Brasil itu. Mereka menambahkan Pyriproxyfen pada air minum mereka," tulis PCST dalam laporannya, dikutip Tech Times.
Kelompok dokter dari Argentina itu juga menekankan, saat zika mewabah di masa lalu, tidak pernah ada kasus mikrosefalus yang dikaitkan dengan virus tersebut. Padahal sekitar 75 persen dari populasi sudah terinfeksi virus zika.
Mereka menambahkan, di negara-negara lainnya seperti Kolombia, banyak juga ditemukan kasus Zika, tapi tidak ada catatan kalau virus tersebut berkaitan dengan mikrosefalus. Sebanyak 3.177 perempuan hamil di negara itu terinfeksi Zika, namun berdasarkan laporan PCST janin mereka sehat dan melahirkan bayi yang sehat pula.
Tak hanya itu, salah satu bukti yang memperkuat argumen kelompok dokter Argentina tersebut adalah data yang dikeluarkan oleh The Washington Post pada Januari lalu. Mereka melaporkan pada setelah para ahli meneliti 732 kasus dari 4.180 mikrosefalus yang terkait dengan zika, lebih dari setengahnya tidak terkait sama sekali dengan virus zika. Hanya 270 kasus yang terkonfirmasi adanya hubungan zika dan mikrosefalus.
Hingga saat ini Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) masih belum menetapkan hubungan kecacatan lahir dengan virus zika. Saat ini mereka sangat berhati-hati untuk tidak secara eksplisit menghubungkan zika dengan mikrosefalus.
"Meskipun hubungan sebab akibat antara infeksi Zika dalam kehamilan dan mikrosefalus belum ditetapkan, buktinya cukup sugestif dan sangat mengkhawatirkan," kata Direktur Jenderal WHO Margaret Chan.
Saat ini para imuwan sedang sibuk meneltiti virus zika dari berbagai celah. Mereka sedang mencari tahu kebenaran adanya hubungan virus zika dengan kecacatan lahir, bahkan hubungannya dengan gangguan saraf yang menyebabkan kelumpuhan.
Berbagai upaya telah mereka lakukan. Mulai dari membuat nyamuk rekayasa genetika untuk memerangi virus zika, mencari pestisida kimia yang lebih aman dan efektif, serta mengembangkan obat-obatan untuk mengobati dan mencegah infeksi virus Zika.
No comments:
Post a Comment