Jakarta, CNN Indonesia -- Guinea menyatakan bebas penularan ebola, pada Selasa (29/12). Virus ebola telah memakan korban lebih 2500 nyawa di negara Afrika Barat tersebut. Tinggallah Liberia satu-satunya negara yang masih menunggu berakhirnya epidemi ini.
Pengumuman itu datang 42 hari setelah orang terakhir yang positif ebola menunjukkan hasil negatif dalam tes ke-dua. Negara tersebut kini memasuki periode 90 hari pengawasan ketat, ujar WHO, seperti dilansir Reuters.
Wabah terburuk di dunia tersebut dimulai di Gueckedou, Guinea bagian timur, pada Desember 2013 sebelum kemudian menyebar ke Liberia, Sierra Leone, dan tujuh negara lain. Total lebih dari 11.300 orang tewas.
Pada puncaknya, ebola memicu ketakutan di seluruh dunia dan menyebabkan pemerintah dan swasta menempuh tindakan pencegahan.
“Saya memuji pemerintah, masyarakat, dan mitra yang memutuskan melawan epidemi ini,” kata direktur regional WHO untuk Afrika, Matshidiso Moeti.
“Karena kami tengah membangun sistem perawatan kesehatan yang kuat, kami perlu tetap waspada untuk memastikan jika muncul penyebaran baru pada 2016, kami akan segera menghentikannya,” kata Moeti.
Masyarakat di ibukota, Conakry, menyambut pernyataan resmi itu dengan emosi campur aduk. Hal ini dapat dimaklumi mengingat kematian dan kerusakan akibat virus tersebut terhadap ekonomi serta sektor kesehatan dan pendidikan negara tersebut.
“Beberapa keluarga saya meninggal. Situasi ini menunjukkan betapa keras kita harus berjuang agar selamat,” ujar Fanta Oulen Camara, yang bekerja untuk Medecins Sans Frontieres atau Dokter Lintas Batas.
“Setelah saya pulih, hal terberat adalah meyakinkan masyarakat untuk menerima saya. Umumnya masyarakat yang biasanya mendukung saya, kini meninggalkan saya. Bahkan sekolah tempat dulu saya jadi instruktur, memecat saya. Sulit sekali,” ujar Camara, 26 tahun, yang jadi anggota tim pendukung psiko-sosial MSF Belgia. Camara mulai terjangkit ebola pada Maret 2014.
Ebola menyebabkan 6.200 anak di Guyana jadi yatim piatu, kata Rene Migliani, pejabat pusat koordinasi nasional untuk perjuangan melawan ebola.
Menurut WHO, di Guinea terdapat lebih dari 3.800 kasus dari 28.600 kasus ebola global. Sebagian besar kasus dan kematian berada di Guinea, Liberia, dan Sierra Leone, yang secara resmi menyatakan berakhirnya epidemi ebola pada November.
Liberia yang sudah kehilangan lebih dari 4.800 warganya baru dapat mendeklarasikan bebas virus ebola pada Januari. Negara tersebut pada Mei dan September menyatakan bebas ebola, tapi setiap kali mendeklarasikan, kasus baru muncul.
Pengumuman itu datang 42 hari setelah orang terakhir yang positif ebola menunjukkan hasil negatif dalam tes ke-dua. Negara tersebut kini memasuki periode 90 hari pengawasan ketat, ujar WHO, seperti dilansir Reuters.
Wabah terburuk di dunia tersebut dimulai di Gueckedou, Guinea bagian timur, pada Desember 2013 sebelum kemudian menyebar ke Liberia, Sierra Leone, dan tujuh negara lain. Total lebih dari 11.300 orang tewas.
Pada puncaknya, ebola memicu ketakutan di seluruh dunia dan menyebabkan pemerintah dan swasta menempuh tindakan pencegahan.
“Saya memuji pemerintah, masyarakat, dan mitra yang memutuskan melawan epidemi ini,” kata direktur regional WHO untuk Afrika, Matshidiso Moeti.
“Karena kami tengah membangun sistem perawatan kesehatan yang kuat, kami perlu tetap waspada untuk memastikan jika muncul penyebaran baru pada 2016, kami akan segera menghentikannya,” kata Moeti.
Masyarakat di ibukota, Conakry, menyambut pernyataan resmi itu dengan emosi campur aduk. Hal ini dapat dimaklumi mengingat kematian dan kerusakan akibat virus tersebut terhadap ekonomi serta sektor kesehatan dan pendidikan negara tersebut.
“Beberapa keluarga saya meninggal. Situasi ini menunjukkan betapa keras kita harus berjuang agar selamat,” ujar Fanta Oulen Camara, yang bekerja untuk Medecins Sans Frontieres atau Dokter Lintas Batas.
“Setelah saya pulih, hal terberat adalah meyakinkan masyarakat untuk menerima saya. Umumnya masyarakat yang biasanya mendukung saya, kini meninggalkan saya. Bahkan sekolah tempat dulu saya jadi instruktur, memecat saya. Sulit sekali,” ujar Camara, 26 tahun, yang jadi anggota tim pendukung psiko-sosial MSF Belgia. Camara mulai terjangkit ebola pada Maret 2014.
Ebola menyebabkan 6.200 anak di Guyana jadi yatim piatu, kata Rene Migliani, pejabat pusat koordinasi nasional untuk perjuangan melawan ebola.
Menurut WHO, di Guinea terdapat lebih dari 3.800 kasus dari 28.600 kasus ebola global. Sebagian besar kasus dan kematian berada di Guinea, Liberia, dan Sierra Leone, yang secara resmi menyatakan berakhirnya epidemi ebola pada November.
Liberia yang sudah kehilangan lebih dari 4.800 warganya baru dapat mendeklarasikan bebas virus ebola pada Januari. Negara tersebut pada Mei dan September menyatakan bebas ebola, tapi setiap kali mendeklarasikan, kasus baru muncul.
No comments:
Post a Comment