Jakarta, CNN Indonesia -- Selayaknya perayaan hari besar keagamaan yang lain, sudah menjadi tradisi masyarakat Indonesia merayakan hari besar agamanya bersama keluarga tercinta. Seperti pada Idul Fitri yang menjadi momentum kebersamaan bagi umat Muslim Indonesia, Natal pun memiliki nilai yang sama bagi umat Kristiani.
Namun, Natal tahun ini akan sama seperti Natal enam tahun terakhir bagi Jorex. Mahasiswa pasca sarjana Institut Pertanian Bogor ini kembali menghabiskan Natal di Bogor, tidak pulang ke kampung halamannya di Manado, Sulawesi Utara.
"Tiket mahal, kalau ke Manado bisa sampai satu jutaan di hari biasa. Kalau sekarang mungkin sudah Rp2 juta. Itu baru berangkat, belum pulangnya," kata Jorex saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, baru-baru ini.
Jorex bukannya tak punya keinginan untuk pulang kembali ke tanah kelahirannya. Rindunya sudah memuncak. Namun, sebagai mahasiswa yang tengah menimba ilmu di tanah rantau, ia pun berpikir dua kali untuk menghabiskan uang sakunya hanya demi tiket pesawat.
Seperti selayaknya anak rantau pada umumnya, ia masih harus makan, dan memenuhi kebutuhan sekolah magister yang tengah ia geluti.
Sejak tiba di Bogor untuk sekolah sarjana pada 2009 lalu, Jorex genap memasuki tahun keenamnya merayakan Natal di Pulau Jawa. Meski jauh dari orang tua dan sanak saudara, ia tak lupa untuk tetap melaksanakan ibadah misa. Ia datang sendiri atau bersama teman-teman yang lain.
Jorex harus menempuh belasan kilometer untuk menuju gereja di Kota Bogor ketika akan menghadiri misa Natal. Biasanya, pada 25 Desember ia akan datang ke rumah kerabatnya di Jakarta, demi menyambung tali silaturahmi.
"Sayang juga soalnya kalau pulang, libur hanya empat hari dari kampus. Bila pulang ke Manado hanya empat hari kan sayang," kata Jorex. "Jadi datang ke rumah saudara hanya sehari terus pulang lagi ke Bogor.”
Meski tidak memiliki tradisi khusus seperti bertukar kado ataupun sungkeman dan hanya sekedar berkumpul dan makan bersama, Jorex mengaku suasana seperti itulah yang ia rindukan. Keluarganya memang baru akan ada tradisi khusus seperti makan besar pada tahun baru, namun akan terasa lebih lengkap bila ketika Natal, semua anggota keluarga bercengkrama dengan hangat.
Jorex terkenang ketika ia masih duduk di Sekolah Dasar. Pulang dari gereja di pagi hari, ia dan sepupu-sepupunya akan datang berkunjung ke rumah sanak saudara ataupun tetangga yang ikut merayakan Natal.
Hanya dengan bermodal datang, makan dan duduk, maka anak-anak ini dapat 'uang angpao' dari sang pemilik sebagai upah berkelakuan baik di saat Natal, hampir mirip dengan tingkah anak-anak saat Lebaran tiba. Saat itu, ia sanggup mengumpulkan uang receh Rp500 atau Rp1000 hingga sejumlah Rp50 ribu.
"Yang bikin kangen dari Natal itu suasananya. Natal tuh momen di saat semua keluarga libur. Meski hanya makan, minum, main, bercengkrama, tapi bagaimana ya.. Ya kayak orang Lebaran, bagaimana sih rasanya? Soalnya kapan lagi bisa kumpul bareng?" tutur Jorex.
"Yang saya harapkan ketika saat merayakan Natal di Bogor itu datangnya kue kiriman, kayak nastar," kata Jorex sembari tertawa. "Karena itu salah satu cara mengobati rasa rindu kalau Natal. Masak mau ketoprak lagi seperti biasanya?"
Walaupun tak merayakan Natal bersama ibu dan saudara tercinta lainnya, Jorex tetap menharapkan damai Natal dalam cinta dan kasih. Selain itu, ia berharap dapat segera lulus dari Institut Pertanian Bogor lalu melamar di LIPI dan meneruskan babak hidupnya bersama sang kekasih.
Namun, Natal tahun ini akan sama seperti Natal enam tahun terakhir bagi Jorex. Mahasiswa pasca sarjana Institut Pertanian Bogor ini kembali menghabiskan Natal di Bogor, tidak pulang ke kampung halamannya di Manado, Sulawesi Utara.
"Tiket mahal, kalau ke Manado bisa sampai satu jutaan di hari biasa. Kalau sekarang mungkin sudah Rp2 juta. Itu baru berangkat, belum pulangnya," kata Jorex saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, baru-baru ini.
Jorex bukannya tak punya keinginan untuk pulang kembali ke tanah kelahirannya. Rindunya sudah memuncak. Namun, sebagai mahasiswa yang tengah menimba ilmu di tanah rantau, ia pun berpikir dua kali untuk menghabiskan uang sakunya hanya demi tiket pesawat.
Seperti selayaknya anak rantau pada umumnya, ia masih harus makan, dan memenuhi kebutuhan sekolah magister yang tengah ia geluti.
Sejak tiba di Bogor untuk sekolah sarjana pada 2009 lalu, Jorex genap memasuki tahun keenamnya merayakan Natal di Pulau Jawa. Meski jauh dari orang tua dan sanak saudara, ia tak lupa untuk tetap melaksanakan ibadah misa. Ia datang sendiri atau bersama teman-teman yang lain.
Jorex harus menempuh belasan kilometer untuk menuju gereja di Kota Bogor ketika akan menghadiri misa Natal. Biasanya, pada 25 Desember ia akan datang ke rumah kerabatnya di Jakarta, demi menyambung tali silaturahmi.
"Sayang juga soalnya kalau pulang, libur hanya empat hari dari kampus. Bila pulang ke Manado hanya empat hari kan sayang," kata Jorex. "Jadi datang ke rumah saudara hanya sehari terus pulang lagi ke Bogor.”
Meski tidak memiliki tradisi khusus seperti bertukar kado ataupun sungkeman dan hanya sekedar berkumpul dan makan bersama, Jorex mengaku suasana seperti itulah yang ia rindukan. Keluarganya memang baru akan ada tradisi khusus seperti makan besar pada tahun baru, namun akan terasa lebih lengkap bila ketika Natal, semua anggota keluarga bercengkrama dengan hangat.
Jorex terkenang ketika ia masih duduk di Sekolah Dasar. Pulang dari gereja di pagi hari, ia dan sepupu-sepupunya akan datang berkunjung ke rumah sanak saudara ataupun tetangga yang ikut merayakan Natal.
Hanya dengan bermodal datang, makan dan duduk, maka anak-anak ini dapat 'uang angpao' dari sang pemilik sebagai upah berkelakuan baik di saat Natal, hampir mirip dengan tingkah anak-anak saat Lebaran tiba. Saat itu, ia sanggup mengumpulkan uang receh Rp500 atau Rp1000 hingga sejumlah Rp50 ribu.
"Yang bikin kangen dari Natal itu suasananya. Natal tuh momen di saat semua keluarga libur. Meski hanya makan, minum, main, bercengkrama, tapi bagaimana ya.. Ya kayak orang Lebaran, bagaimana sih rasanya? Soalnya kapan lagi bisa kumpul bareng?" tutur Jorex.
"Yang saya harapkan ketika saat merayakan Natal di Bogor itu datangnya kue kiriman, kayak nastar," kata Jorex sembari tertawa. "Karena itu salah satu cara mengobati rasa rindu kalau Natal. Masak mau ketoprak lagi seperti biasanya?"
Walaupun tak merayakan Natal bersama ibu dan saudara tercinta lainnya, Jorex tetap menharapkan damai Natal dalam cinta dan kasih. Selain itu, ia berharap dapat segera lulus dari Institut Pertanian Bogor lalu melamar di LIPI dan meneruskan babak hidupnya bersama sang kekasih.
No comments:
Post a Comment