Jakarta, CNN Indonesia -- New York secara resmi membuka klinik ganja untuk pengobatan Kamis (7/1). Hal tersebut membuat New York jadi negara bagian ke-22 di Amerika Serikat yang melegalkan penggunaan marijuana untuk keperluan medis, seperti untuk pengobatan kanker, AIDS dan penyakit kronis lainnya sesuai anjuran dokter.
Pembukaan klinik ganja di New York berjarak 18 bulan dari peresmian undang-undang Compassionate Care Act dari Gubernur Andrew Cuomo. Dalam regulasi itu disebutkan pasien penyakit kronis boleh menggunakan ganja untuk meringankan gejala.
“Program kami memastikan ganja hanya digunakan untuk keperluan medis dan hanya diberikan pada pasien yang sudah tersertifikasi. Kami juga memastikan adanya pengawasan yang ketat untuk melindungi masyarakat umum,” kata Komisiner Kesehatan New York Dr. Howard Zucker, seperti dilansir Reuters.
Di bawah program tersebut, New York memberikan izin pada lima instansi untuk memproduksi dan menjual ganja medis, yang hanya didistribusikan ke empat klinik khusus. Keempat klinik tersebut dipastikan akan mulai beroperasi akhir bulan ini.
Adapun para pengguna ganja medis hanyalah mereka yang memiliki penyakit kronis dan terminal, termasuk kanker, HIV/AIDS, parkinson, serta epilepsi.
Kendati demikian, tidak seperti negara bagian lain yang melegalkan ganja, di New York, ganja medis tidak boleh dihisap, melainkan hanya dijual dalam bentuk cairan atau minyak untuk metoda uap. Dua jenis lainnya adalah inhaler dan kapsul.
Peraturan di New York juga melarang pasien menumbuhkan mariyuana mereka sendiri.
Selain itu, otoritas New York juga memberikan pelatihan wajib selama 4 jam bagi para petugas medis, sebelum mereka punya ijin mensertifikasi pasien.
Program legalisasi ganja New York yang tergolong konservatif justru mendapat pujian dari para ilmuwan dan peneliti dunia kedokteran. Dengan demikian, terbuka lebar celah penelitian untuk memeriksa efisiensi dan efektivitas ganja medis.
Meskipun begitu, New York dinilai terlalu membatasi tipe pasien yang diijinkan menggunakan ganja medis.
“Kami melihat hal ini sebagai langkah awal, belum langkah sepenuhnya, untuk mengambil manfaat kesehatan dan pengobatan dari cannabis,” kata Paul Armentano, wakil direktur National Organization for the Reform of Marijuana Laws.
Pembukaan klinik ganja di New York berjarak 18 bulan dari peresmian undang-undang Compassionate Care Act dari Gubernur Andrew Cuomo. Dalam regulasi itu disebutkan pasien penyakit kronis boleh menggunakan ganja untuk meringankan gejala.
“Program kami memastikan ganja hanya digunakan untuk keperluan medis dan hanya diberikan pada pasien yang sudah tersertifikasi. Kami juga memastikan adanya pengawasan yang ketat untuk melindungi masyarakat umum,” kata Komisiner Kesehatan New York Dr. Howard Zucker, seperti dilansir Reuters.
Di bawah program tersebut, New York memberikan izin pada lima instansi untuk memproduksi dan menjual ganja medis, yang hanya didistribusikan ke empat klinik khusus. Keempat klinik tersebut dipastikan akan mulai beroperasi akhir bulan ini.
Adapun para pengguna ganja medis hanyalah mereka yang memiliki penyakit kronis dan terminal, termasuk kanker, HIV/AIDS, parkinson, serta epilepsi.
Kendati demikian, tidak seperti negara bagian lain yang melegalkan ganja, di New York, ganja medis tidak boleh dihisap, melainkan hanya dijual dalam bentuk cairan atau minyak untuk metoda uap. Dua jenis lainnya adalah inhaler dan kapsul.
Peraturan di New York juga melarang pasien menumbuhkan mariyuana mereka sendiri.
Selain itu, otoritas New York juga memberikan pelatihan wajib selama 4 jam bagi para petugas medis, sebelum mereka punya ijin mensertifikasi pasien.
Program legalisasi ganja New York yang tergolong konservatif justru mendapat pujian dari para ilmuwan dan peneliti dunia kedokteran. Dengan demikian, terbuka lebar celah penelitian untuk memeriksa efisiensi dan efektivitas ganja medis.
Meskipun begitu, New York dinilai terlalu membatasi tipe pasien yang diijinkan menggunakan ganja medis.
“Kami melihat hal ini sebagai langkah awal, belum langkah sepenuhnya, untuk mengambil manfaat kesehatan dan pengobatan dari cannabis,” kata Paul Armentano, wakil direktur National Organization for the Reform of Marijuana Laws.
No comments:
Post a Comment