Jakarta, CNN Indonesia -- Dokter spesialis Onkologi dan Ginekologi Yassin Yanuar Muhammad mengimbau laki-laki harus melakukan pengecekan sperma ketika menghadapi gangguan kesuburan atau infertilitas. Sebab, selama ini jika gangguan kesuburan terjadi, selalu saja perempuan yang dipaksa untuk memeriksakan diri dan suami jarang mau memeriksakan dirinya.
"Dari sperma juga penting, pemeriksaan pada laki-laki justru harus dilakukan. Laki harus hadir pertama dalam fertilitas karena menentukan 40 persen," kata Yassin dalam temu media di kawasan Sudirman, Selasa (22/12).
Pemeriksaan pada sperma dilakukan dengan memerhatikan beberapa hal. Pertama adalah jumlahnya. Dokter spesialis Onkologi dan Ginekologi Budi Wikeko mengatakan, jumlah normal dari sperma adalah 15 juta per cc.
Hal kedua yang harus diperhatikan adalah gerakan sperma. Jika jumlahnya spermanya mencukupi, tapi gerakannya tidak ideal, infertilitas akan terjadi.
"Bagaimana si sperma bergerak atau berenang akan memengaruhi pembuahan," ujar dokter Budi.
Setelah jumlah dan kemampuan bergerak, faktor berikutnya yang menentukan kesuburan seorang pria dilihat dari bentuk spermanya. Kalau strukturnya cacat, bengkok, atau rusak, itu juga akan memengaruhi kesuburan. Meskipun jumlah sperma dan kemampuan bergeraknya bagus.
Untuk perempuan, pemeriksaan bisa dilakukan dengan berbagai cara, seperti cek hormon, ultrasonografi (USG), atau histerosalfingografi (HSG). Pemeriksaan itu dilakukan untuk mencari satu per satu dari mana gangguan kesuburan itu berasal.
"Bisa dilihat saluran telurnya apakah ada yang tertutup. Kematangan telur atau kista juga bisa dilihat. Ada juga faktor anatomi dari rahim itu sendiri," kata dokter Yassin.
Usia kronologis perempuan juga menjadi pertimbangan. Yang dimaksud usia kronologis adalah usia berdasarkan tanggal kelahiran.
Ketika usia perempuan sudah melampaui angka 35, kemungkinan untuk hamil akan lebih kecil karena ada gangguan pematangan sel telur. Artinya, ketika sel telur tidak matang, tidak akan bisa dibuahi sperma.
Tak hanya usia kronologis, usia biologis pun bisa menjadi pertimbangan. Usia biologis berhubungan dengan kondisi ovarium seorang perempuan.
Cara menentukan usia biologis biasanya dilakukan dengan melakukan tes Anti-Mullerian Hormone (AMH). Hormon tersebut merupakan hormon yang diproduksi oleh folikel ovarium kecil yang memengaruhi kesuburan. Semakin besar angkanya, semakin muda umur biologisnya.
"Kalau perempuan umur kronologisnya 25 tahun, dengan AMH 1.4, umur biologisnya bisa jadi 35 tahun. Sebaliknya kalau umur kronologisnya 35 tahun, AMH 5,4 umur biologisnya bisa jadi 25 tahun," ujar dokter Budi.
Semua permasalahan tersebut harus dijalani oleh pasangan suami istri jika ingin masalah kesuburannya cepat terpecahkan. Sebab, pengobatan yang akan dilakukan harus sesuai dengan pemeriksaan yang telah dijalankan untuk menentukan dosis obat yang akan digunakan.
Kabar baiknya, meskipun ditemukan sejumlah masalah pada sperma maupun sel telur, pasangan suami istri masih memiliki kemungkinan untuk mempunyai keturunan. "Masih bisa, kecuali sel telurnya sudah tidak ada," ujar dokter Budi.
"Dari sperma juga penting, pemeriksaan pada laki-laki justru harus dilakukan. Laki harus hadir pertama dalam fertilitas karena menentukan 40 persen," kata Yassin dalam temu media di kawasan Sudirman, Selasa (22/12).
Pemeriksaan pada sperma dilakukan dengan memerhatikan beberapa hal. Pertama adalah jumlahnya. Dokter spesialis Onkologi dan Ginekologi Budi Wikeko mengatakan, jumlah normal dari sperma adalah 15 juta per cc.
Hal kedua yang harus diperhatikan adalah gerakan sperma. Jika jumlahnya spermanya mencukupi, tapi gerakannya tidak ideal, infertilitas akan terjadi.
"Bagaimana si sperma bergerak atau berenang akan memengaruhi pembuahan," ujar dokter Budi.
Setelah jumlah dan kemampuan bergerak, faktor berikutnya yang menentukan kesuburan seorang pria dilihat dari bentuk spermanya. Kalau strukturnya cacat, bengkok, atau rusak, itu juga akan memengaruhi kesuburan. Meskipun jumlah sperma dan kemampuan bergeraknya bagus.
Untuk perempuan, pemeriksaan bisa dilakukan dengan berbagai cara, seperti cek hormon, ultrasonografi (USG), atau histerosalfingografi (HSG). Pemeriksaan itu dilakukan untuk mencari satu per satu dari mana gangguan kesuburan itu berasal.
"Bisa dilihat saluran telurnya apakah ada yang tertutup. Kematangan telur atau kista juga bisa dilihat. Ada juga faktor anatomi dari rahim itu sendiri," kata dokter Yassin.
Usia kronologis perempuan juga menjadi pertimbangan. Yang dimaksud usia kronologis adalah usia berdasarkan tanggal kelahiran.
Ketika usia perempuan sudah melampaui angka 35, kemungkinan untuk hamil akan lebih kecil karena ada gangguan pematangan sel telur. Artinya, ketika sel telur tidak matang, tidak akan bisa dibuahi sperma.
Tak hanya usia kronologis, usia biologis pun bisa menjadi pertimbangan. Usia biologis berhubungan dengan kondisi ovarium seorang perempuan.
Cara menentukan usia biologis biasanya dilakukan dengan melakukan tes Anti-Mullerian Hormone (AMH). Hormon tersebut merupakan hormon yang diproduksi oleh folikel ovarium kecil yang memengaruhi kesuburan. Semakin besar angkanya, semakin muda umur biologisnya.
"Kalau perempuan umur kronologisnya 25 tahun, dengan AMH 1.4, umur biologisnya bisa jadi 35 tahun. Sebaliknya kalau umur kronologisnya 35 tahun, AMH 5,4 umur biologisnya bisa jadi 25 tahun," ujar dokter Budi.
Semua permasalahan tersebut harus dijalani oleh pasangan suami istri jika ingin masalah kesuburannya cepat terpecahkan. Sebab, pengobatan yang akan dilakukan harus sesuai dengan pemeriksaan yang telah dijalankan untuk menentukan dosis obat yang akan digunakan.
Kabar baiknya, meskipun ditemukan sejumlah masalah pada sperma maupun sel telur, pasangan suami istri masih memiliki kemungkinan untuk mempunyai keturunan. "Masih bisa, kecuali sel telurnya sudah tidak ada," ujar dokter Budi.
No comments:
Post a Comment