Jakarta, CNN Indonesia -- Pola makan yang berantakan bisa memicu metabolisme tubuh menjadi lebih lambat. Hal ini akan menyebabkan makanan yang masuk lambat diolah tubuh dan akhirnya menumpuk sehingga menyebabkan kegemukan.
Pemerhati gaya hidup sekaligus behaviour scientist Grace Judio mengatakan metabolisme tubuh yang lambat ibarat kendaraan yang sangat irit. Sehingga jika diisi bensin terus menerus akan melebihi kapasitas.
"Meskipun olahraga mati-matian, kalau makan apa saja, kebanyakan, jadinya malah ditabung, nambah deh beratnya," kata Grace saat ditemui di kawasan Senayan, Jakarta, Rabu (23/12).
Sebaliknya, metabolisme tubuh yang cepat seperti kendaraan yang cepat menghabiskan bensin. Isi bensin sebanyak apapun tetap saja kurang. Sehingga mau diisi sebanyak apapun akan tetap kurang karena persediannya selalu habis.
Grace menjelaskan, pola makan yoyo, sebentar banyak, sebentar sedikit, atau sekali makan langsung banyak kemudian keesokan makannya dikurangi karena merasa "berdosa," akan membuat metabolisme tubuh menjadi lambat.
Hal ini disebabkan tubuh tidak siap menerima asupan yang takarannya tidak menentu. Akhirnya metabolisme akan melambat karena tubuh kebingungan kapan akan mendapatkan asupan makanan dengan jumlah yang besar.
Selain pola makan yang berantakan, konsumsi makanan yang salah juga bisa menyebabkan kegemukan. Sedikit makan, tapi berat badan cepat naik, ada hubungan dengan kandungan gizi dalam makanan yang dikonsumsi.
"Dia merasa cepat naik berat badan padahal makannya sedikit. Tapi sekali makan ternyata kalorinya besar," ujar Grace.
Jumlah kalori yang dibutuhkan oleh perempuan rata-rata berjumlah 1.800 kkal. Untuk laki-laki jumlahnya sekitar 1.800-2.000 kkal. Menurut Grace jumlah itu cukup banyak dan cukup untuk membuat tubuh kenyang.
"Kalau pagi makannya oatmeal, pakai empat sendok makan yoghurt, buah, itu 250 kalori. Itu kenyang lho. Siangnya mau makan steak, french fries 800 kalori. Makan nasi, sayur, lauk yang di-grilled, tidak goreng masih bisa makan. Tidak akan naik," kata Grace. "Naik berat badan tidak akan semudah itu untuk orang normal."
Namun, pada orang dengan kondisi khusus, mudah gemuk atau sulit gemuk juga dipengaruhi oleh kemampuan tubuh. Orang yang tidak bisa memetabolisme lemak, dan karbohidrat pasti akan lebih cepat gemuk karena lemak dan gula dari karbohidrat akan tersimpan di dalam tubuh.
Dengarkan Kebutuhan Tubuh
Bagi orang-orang yang merasa kelebihan berat badan dan ingin menguranginya, Grace menyarakan untuk mendengar kebutuhan perut masing-masing. Jika perut terasa lapar segera makan dan ketika kenyang segera berhenti.
"Bisa saja makan kue nastar, gorengan, tetapi harus tahu kapan setop," kata Grace. "Makan kalau lapar, berhenti kalau sudah cukup. Kalau tidak lapar, tidak usah makan. Dengan itu saja habitnya berubah dan metabolismenya tidak terlambat."
Tapi, Grace pun tidak membenarkan frekuensi makan yang terlalu sering. Dia menganjurkan lebih baik makan 2-3 kali sehari. Kalau lapar di sela-sela itu, lebih baik mengonsumsi buah.
Secara biologis, lambung akan bekerja setiap enam jam sekali, setiap pukul 6 pagi, pukul 12 siang, pukul 6 sore, dan pukul 12 malam. Setiap enam jam itu, lambung akan mengeluarkan asam dan perut akan merasa lapar.
"Kalau bangun Jam 6 jam 7 pasti lapar. Itu harus makan. Kalau bangun jam 8, tidak lapar, tidak apa-apa tidak sarapan. Kalau lembur melewati jam 12 malam pasti akan keroncongan," ujar Grace.
Sarapan pun, jika tidak terbiasa, tidak diharuskan. Meskipun manfaat sarapan baik untuk kesehatan. Sebab, kondisi masing-masing orang berbeda-beda.
"Melalaikan sarapan kalau tidak lapar, tidak masalah. Pagi sarapan itu benar, tapi tidak berlaku pada semua orang," ujar Grace.
"Tubuh sudah punya alarm. Tinggal dengarkan saja alarm dari tubuh."
Pemerhati gaya hidup sekaligus behaviour scientist Grace Judio mengatakan metabolisme tubuh yang lambat ibarat kendaraan yang sangat irit. Sehingga jika diisi bensin terus menerus akan melebihi kapasitas.
"Meskipun olahraga mati-matian, kalau makan apa saja, kebanyakan, jadinya malah ditabung, nambah deh beratnya," kata Grace saat ditemui di kawasan Senayan, Jakarta, Rabu (23/12).
Sebaliknya, metabolisme tubuh yang cepat seperti kendaraan yang cepat menghabiskan bensin. Isi bensin sebanyak apapun tetap saja kurang. Sehingga mau diisi sebanyak apapun akan tetap kurang karena persediannya selalu habis.
Grace menjelaskan, pola makan yoyo, sebentar banyak, sebentar sedikit, atau sekali makan langsung banyak kemudian keesokan makannya dikurangi karena merasa "berdosa," akan membuat metabolisme tubuh menjadi lambat.
Hal ini disebabkan tubuh tidak siap menerima asupan yang takarannya tidak menentu. Akhirnya metabolisme akan melambat karena tubuh kebingungan kapan akan mendapatkan asupan makanan dengan jumlah yang besar.
Selain pola makan yang berantakan, konsumsi makanan yang salah juga bisa menyebabkan kegemukan. Sedikit makan, tapi berat badan cepat naik, ada hubungan dengan kandungan gizi dalam makanan yang dikonsumsi.
"Dia merasa cepat naik berat badan padahal makannya sedikit. Tapi sekali makan ternyata kalorinya besar," ujar Grace.
Jumlah kalori yang dibutuhkan oleh perempuan rata-rata berjumlah 1.800 kkal. Untuk laki-laki jumlahnya sekitar 1.800-2.000 kkal. Menurut Grace jumlah itu cukup banyak dan cukup untuk membuat tubuh kenyang.
"Kalau pagi makannya oatmeal, pakai empat sendok makan yoghurt, buah, itu 250 kalori. Itu kenyang lho. Siangnya mau makan steak, french fries 800 kalori. Makan nasi, sayur, lauk yang di-grilled, tidak goreng masih bisa makan. Tidak akan naik," kata Grace. "Naik berat badan tidak akan semudah itu untuk orang normal."
Namun, pada orang dengan kondisi khusus, mudah gemuk atau sulit gemuk juga dipengaruhi oleh kemampuan tubuh. Orang yang tidak bisa memetabolisme lemak, dan karbohidrat pasti akan lebih cepat gemuk karena lemak dan gula dari karbohidrat akan tersimpan di dalam tubuh.
Dengarkan Kebutuhan Tubuh
Bagi orang-orang yang merasa kelebihan berat badan dan ingin menguranginya, Grace menyarakan untuk mendengar kebutuhan perut masing-masing. Jika perut terasa lapar segera makan dan ketika kenyang segera berhenti.
"Bisa saja makan kue nastar, gorengan, tetapi harus tahu kapan setop," kata Grace. "Makan kalau lapar, berhenti kalau sudah cukup. Kalau tidak lapar, tidak usah makan. Dengan itu saja habitnya berubah dan metabolismenya tidak terlambat."
Tapi, Grace pun tidak membenarkan frekuensi makan yang terlalu sering. Dia menganjurkan lebih baik makan 2-3 kali sehari. Kalau lapar di sela-sela itu, lebih baik mengonsumsi buah.
Secara biologis, lambung akan bekerja setiap enam jam sekali, setiap pukul 6 pagi, pukul 12 siang, pukul 6 sore, dan pukul 12 malam. Setiap enam jam itu, lambung akan mengeluarkan asam dan perut akan merasa lapar.
"Kalau bangun Jam 6 jam 7 pasti lapar. Itu harus makan. Kalau bangun jam 8, tidak lapar, tidak apa-apa tidak sarapan. Kalau lembur melewati jam 12 malam pasti akan keroncongan," ujar Grace.
Sarapan pun, jika tidak terbiasa, tidak diharuskan. Meskipun manfaat sarapan baik untuk kesehatan. Sebab, kondisi masing-masing orang berbeda-beda.
"Melalaikan sarapan kalau tidak lapar, tidak masalah. Pagi sarapan itu benar, tapi tidak berlaku pada semua orang," ujar Grace.
"Tubuh sudah punya alarm. Tinggal dengarkan saja alarm dari tubuh."
No comments:
Post a Comment