Jakarta, CNN Indonesia -- Bagi kebanyakan ibu, tanggal 22 Desember, atau lebih dikenal dengan peringatan Hari Ibu, mungkin termasuk salah satu tanggal yang bisa mendatangkan kebahagiaan. Pada tanggal tersebut biasanya anak memberikan kado atau sekadar ucapan sayang buat ibunya karena sudah melahirkan dan membesarkannya.
Tapi, di sisi lain, ada juga perempuan yang mungkin memperingati hari ibu dengan sebuah penantian dan harapan. Berharap segera menjadi ibu di usia pernikahan yang mungkin sudah berlangsung cukup lama.
Bisa dibilang jumlah pasangan yang harus berusaha keras untuk mendapatkan anak tidak sedikit. Dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi Budi Wikeko mengatakan dari jumlah 40 juta pasangan yang mengalami masa subur, 10-15 persen di antaranya mengalami infertilitas atau gangguan kesuburan yang menyebabkan sulit untuk mendapatkan anak.
Infertilitas merupakan ketidakmampuan pasangan untuk mendapatkan kehamilan setelah melakukan hubungan seksual secara teratur selama 1 tahun tanpa kontrasepsi.
"Dari 4 juta itu, lima persennya harus ditolong dengan teknologi reproduksi. Dengan kata lain, ada sekitar 200 ribu pasangan,” kata Dokter Budi dalam konferensi pers yang membahas tentang Bayi Tabung di kawasan Sudirman, Jakarta, Selasa (22/12).
Yassin Yanuar Muhammad, Dokter spesialis Onkologi dan Ginekologi lain yang juga hadir di seminar tersebut menjelaskan, pada pasangan yang memiliki kesuburan, peluang untuk mendapatkan kehamilan pada tahun pertama menikah adalah sebesar 85 persen. Pada tahun kedua jumlahnya jadi meningkat sebanyak 92 persen, dan sisanya mengalami masalah.
"Biasanya dua bulan pertama, tiga puluh persen akan hamil. Sampai pada angka terendah satu tahun, akan turun peluangnya sampai hanya 3 persen. Untuk mereka ini sangat dibutuhkan bantuan untuk meningkatkan peluang," kata dokter Yassin.
Dia juga menjelaskan, ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya gangguan kesuburan pada pasangan. Bisa dari faktor istri dan juga suami.
Gangguan kesuburan pada istri terjadi karena adanya gangguan pematangan sel telur, sumbatan saluran telur, dan gangguan pada rahim atau indung telur. Sementara dari suami, gangguan itu terjadi pada sperma. Bisa saja karena jumlahnya tidak normal, bentuknya tidak sempurna, dan gerakannya pun tidak normal.
Meski kondisi tersebut sangat biologis, tapi masih bisa diatasi. Bukan berarti ketika gangguan kesuburan terjadi istri dan suami tidak bisa mempunyai anak. Atau harus mencari orang lain yang lebih subur untuk mendapatkan anak. Kini, teknologi sudah sangat membantu.
Teknologi IVF
Salah satu alternatif cara yang bisa dilakukan untuk membantu pasangan mendapatkan buah hati adalah dengan cara melakukan proses in-vitro fertilization atau bayi tabung. Prosedur ini akan mempertemukan sperma dan sel telur di luar tubuh manusia.
Sebelum proses ini berlangsung, baik suami maupun istri harus diperiksa terlebih dahulu untuk melihat kualitas sel telur dan sel spermanya. Jika dari hasil pemeriksaan ternyata kondisinya tidak memungkinkan untuk melakukan bayi tabung, suami dan istri atau salah satunya harus menempuh pengobatan terlebih dahulu.
"Kalau kualitas sperma, sel telur, atau dinding rahim belum memenuhi syarat, bayi tabung bisa ditunda. Diberikan obat-obatan dulu supaya angka kehamilannya meningkat," ujar dokter Budi, yang juga merupakan pakar bayi tabung.
Budi juga menjelaskan, saat ini tren siklus bayi tabung di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya. Data dari 28 klinik bayi tabung yang tersebar di 11 kota dan 8 provinsi di Indonesia mencatat sebanyak 4.827 siklus yang terbagi menjadi 4.127 siklus baru dan 750 dalam bentuk simpan beku pada 2014 lalu.
Padahal pada 2013, jumlahnya hanya mencapai 3.488 siklus baru dan 595 simpan beku. Hal ini berarti ada kenaikan 18 persen dalam jangka waktu satu tahun.
Itu baru angka kejadian di Indonesia. Masih banyak juga pasangan yang melakukan proses bayi tabung di luar negeri. Budi mengatakan ada yang pergi ke Malaysia, Singapura, Thailand, Australia, Jepang, dan Amerika Serikat.
Masih Mahal
Namun, di lain pihak ada juga yang tidak tercatat mengakses bayi tabung karena harganya yang terlampau mahal. Budi mengungkapkan harga bayi tabung di Indonesia sendiri masih berkisar di angka Rp60 juta atau bahkan lebih. Padahal di negara lain, harganya bisa lebih murah, sepertiga dari pendapatan per kapita. Sementara di Indonesia, 200 persen dari pendapatan per kapita.
Untuk itu dokter Budi mengembangkan teknologi bayi tabung yang bisa menjangkau lebih banyak masyarakat dengan harga yang lebih murah. Sekitar Rp37 juta. Program tersebut diberi nama SMART IVF yang sekarang sudah mempunyai 28 klinik.
Budi yakin, ke depannya teknologi bayi tabung akan terus berkembang di seluruh Indonesia. Sebab, banyak orang yang membutuhkan prosedur tersebut sebagai bagian dari usaha untuk mendapatkan anak.
Tapi, di sisi lain, ada juga perempuan yang mungkin memperingati hari ibu dengan sebuah penantian dan harapan. Berharap segera menjadi ibu di usia pernikahan yang mungkin sudah berlangsung cukup lama.
Bisa dibilang jumlah pasangan yang harus berusaha keras untuk mendapatkan anak tidak sedikit. Dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi Budi Wikeko mengatakan dari jumlah 40 juta pasangan yang mengalami masa subur, 10-15 persen di antaranya mengalami infertilitas atau gangguan kesuburan yang menyebabkan sulit untuk mendapatkan anak.
Infertilitas merupakan ketidakmampuan pasangan untuk mendapatkan kehamilan setelah melakukan hubungan seksual secara teratur selama 1 tahun tanpa kontrasepsi.
"Dari 4 juta itu, lima persennya harus ditolong dengan teknologi reproduksi. Dengan kata lain, ada sekitar 200 ribu pasangan,” kata Dokter Budi dalam konferensi pers yang membahas tentang Bayi Tabung di kawasan Sudirman, Jakarta, Selasa (22/12).
Yassin Yanuar Muhammad, Dokter spesialis Onkologi dan Ginekologi lain yang juga hadir di seminar tersebut menjelaskan, pada pasangan yang memiliki kesuburan, peluang untuk mendapatkan kehamilan pada tahun pertama menikah adalah sebesar 85 persen. Pada tahun kedua jumlahnya jadi meningkat sebanyak 92 persen, dan sisanya mengalami masalah.
"Biasanya dua bulan pertama, tiga puluh persen akan hamil. Sampai pada angka terendah satu tahun, akan turun peluangnya sampai hanya 3 persen. Untuk mereka ini sangat dibutuhkan bantuan untuk meningkatkan peluang," kata dokter Yassin.
Dia juga menjelaskan, ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya gangguan kesuburan pada pasangan. Bisa dari faktor istri dan juga suami.
Gangguan kesuburan pada istri terjadi karena adanya gangguan pematangan sel telur, sumbatan saluran telur, dan gangguan pada rahim atau indung telur. Sementara dari suami, gangguan itu terjadi pada sperma. Bisa saja karena jumlahnya tidak normal, bentuknya tidak sempurna, dan gerakannya pun tidak normal.
Meski kondisi tersebut sangat biologis, tapi masih bisa diatasi. Bukan berarti ketika gangguan kesuburan terjadi istri dan suami tidak bisa mempunyai anak. Atau harus mencari orang lain yang lebih subur untuk mendapatkan anak. Kini, teknologi sudah sangat membantu.
Teknologi IVF
Salah satu alternatif cara yang bisa dilakukan untuk membantu pasangan mendapatkan buah hati adalah dengan cara melakukan proses in-vitro fertilization atau bayi tabung. Prosedur ini akan mempertemukan sperma dan sel telur di luar tubuh manusia.
Sebelum proses ini berlangsung, baik suami maupun istri harus diperiksa terlebih dahulu untuk melihat kualitas sel telur dan sel spermanya. Jika dari hasil pemeriksaan ternyata kondisinya tidak memungkinkan untuk melakukan bayi tabung, suami dan istri atau salah satunya harus menempuh pengobatan terlebih dahulu.
"Kalau kualitas sperma, sel telur, atau dinding rahim belum memenuhi syarat, bayi tabung bisa ditunda. Diberikan obat-obatan dulu supaya angka kehamilannya meningkat," ujar dokter Budi, yang juga merupakan pakar bayi tabung.
Budi juga menjelaskan, saat ini tren siklus bayi tabung di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya. Data dari 28 klinik bayi tabung yang tersebar di 11 kota dan 8 provinsi di Indonesia mencatat sebanyak 4.827 siklus yang terbagi menjadi 4.127 siklus baru dan 750 dalam bentuk simpan beku pada 2014 lalu.
Padahal pada 2013, jumlahnya hanya mencapai 3.488 siklus baru dan 595 simpan beku. Hal ini berarti ada kenaikan 18 persen dalam jangka waktu satu tahun.
Itu baru angka kejadian di Indonesia. Masih banyak juga pasangan yang melakukan proses bayi tabung di luar negeri. Budi mengatakan ada yang pergi ke Malaysia, Singapura, Thailand, Australia, Jepang, dan Amerika Serikat.
Masih Mahal
Namun, di lain pihak ada juga yang tidak tercatat mengakses bayi tabung karena harganya yang terlampau mahal. Budi mengungkapkan harga bayi tabung di Indonesia sendiri masih berkisar di angka Rp60 juta atau bahkan lebih. Padahal di negara lain, harganya bisa lebih murah, sepertiga dari pendapatan per kapita. Sementara di Indonesia, 200 persen dari pendapatan per kapita.
Untuk itu dokter Budi mengembangkan teknologi bayi tabung yang bisa menjangkau lebih banyak masyarakat dengan harga yang lebih murah. Sekitar Rp37 juta. Program tersebut diberi nama SMART IVF yang sekarang sudah mempunyai 28 klinik.
Budi yakin, ke depannya teknologi bayi tabung akan terus berkembang di seluruh Indonesia. Sebab, banyak orang yang membutuhkan prosedur tersebut sebagai bagian dari usaha untuk mendapatkan anak.
No comments:
Post a Comment